Laman

Senin, 22 April 2013



PEMILIHAN MAHASISWA BERPRESTASI
PROGRAM SARJANA

PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN DI KOTA DAN DI DESA MELALUI PERTUKARAN PESERTA DIDIK MULAI DARI
JENJANG PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

OLEH :
UTARI NANDA RISMI
NIM/BP  
1100790/ 2011
FIP
Universitas Negeri Padang


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua negara menempatkan veriabel pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan berlomba-lomba meningkatkan mutu pendidikan dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga Indonesia menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama. Hal ini dapat dilihat dari isi Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional bangsa Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.
Upaya peningkatan kualitas pendidikan dilakukan dengan berbagai pendekatan, baik pendekatan kelembagaan, legal formal, maupun pemberdayaan sumber daya pendidikan. Pendekatan kelembagaan salah satunya melalui lahirnya Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Pendekatan legal formal melalui serangkaian perundang-undangan yang berkaitan dengan pendidikan, seperti UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendekakatan pemberdayaan sumberdaya pendidikan dilakukan dengan melakukan kegiatan peningkatan kompetensi dan kualifikasi tenaga pendidik dan kependidikan secara sistematis dan berkesinambungan.
Dalam perjalanannya banyak kalangan yang menganggap kualitas pendidikan Indonesia masih rendah. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator, diantaranya ketimpangan pendidikan antara masyarakat miskin dan kaya, termasuk tidak meratanya pemerolehan pendidikan antara masyarakat perkotaan dan pedesaan. Indonesia memiliki penduduk sekitar 220 juta jiwa yang majemuk karena terdiri dari beragam suku bangsa, agama, budaya, dan latar belakang sosial sehingga usaha untuk meratakan kualitas pendidikan masih menjadi kendala utama. Hal ini disebabkan oleh perhatian pemerintah yang sangat berlebihan terhadap pembangunan di wilayah perkotaan, mengakibatkan arus urbanisasi penduduk pedesaan ke kota-kota besar terus meningkat tajam setiap tahunnya. Ketidakmampuan desa untuk berhadapan dengan pesatnya kemajuan kota salah satunya diakibatkan oleh kelemahan sistem pendidikan yang ada di desa itu sendiri. Seringkali pengembangan pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah desa banyak yang tidak disesuaikan terlebih dahulu dengan kebutuhan yang ada di dalam masyarakat. Bahkan yang lebih memprihatinkan dalam penyusunan kurikulum terkadang disamakan dengan pengembangan kurikulum di sekolah-sekolah kota. Hal ini kemudian menyebabkan sekolah-sekolah di pedesaan menjadi tidak mungkin mampu dalam menjawab tantangan serta peluang kerja yang ada di daerahnya sendiri. Akhirnya muncul kecenderungan bila ada seorang anak desa yang terdidik, maka ia akan enggan untuk bekerja di desanya dan selanjutnya lebih memilih pergi untuk mencari pekerjaan yang lebih menjanjikan ke kota. Di lain pihak pendidikan di kota masih melahirkan pengangguran-pengangguran yang terdidik karena masih minimnya kompetensi yang mereka miliki untuk memasuli dunia kerja.
Kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas berlaku untuk semua (education for all), mulai dari usia dini sebagai masa the golden age, pendidikan dasar, dan pendidikan lanjutan. Permasalah kurang meratanya kualitas pendidikan di kota dan di desa perlu ditanggapi sedari dini, mengingat pendidikan di usia dini memberikan pengaruh yang sangat besar dalam memasuki pendidikan dasar dan pendidikan tingkat lanjutan. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas pendidikan harus dilakukan mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
a.    Apa itu kualitas pendidikan dan bagaimana kualitas pendidika di Idonesia?
b.    Bagaimana  perbedaan kualitas pendidikan yang diterima oleh  masyarakat di perkotaan dan di prdesaan ?
c.    Bagaimana pertukaran peserta didik mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini sampai ke jenjang pendidikan lanjutan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di kota dan di desa ?

1.3  Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah agar  kita mengetahui bagaimana kualitas pendidikan dan masalah-masalah yang terdapat di dalamnya. Mengetahui seperti apa kesenjangan kualitas pendidikan di kota dan di desa.  Dengan mengetahui dan menganalisis penyebab dan dampak dari kesenjangan kualitas pendidikan tersebut sejauh mana pertukaran peserta didik mengurangi kesenjangan tersebut.
1.4  Manfaat Penulisan
Dengan adanya tulisan ini diharapkan dapat memberikan dampak yang nyata bagi perbaikan kualitas pendidikan khususnya terhadap kesenjangan kualitas pendidikan di kota dan didesa mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini.



BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1  Kualitas Pendidikan
2.1.1   Definisi Kualitas
Arti dasar dari kata kualitas dalam Kamus Modern Bahasa Indonesia menurut Barry (1994:329) adalah “kualitet”: “mutu”; baik buruknya barang.” Seperti halnya yang dikutip oleh Shihab (1999:280)  yang mengartikan kualitas sebagai tingkat baik buruk sesuatu atau mutu sesuatu. Sedangkan menurut Supriyanto (1997:225) kalau diperhatikan secara etimologi, mutu atau kualitas diartikan dengan kenaikan tingkatan menuju suatu perbaikan atau kemapanan. Sebab kualitas mengandung makna bobot atau tinggi rendahnya sesuatu. Jadi dalam hal ini kualitas pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan.
Sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Guets dan Davis dalam Tjiptono (1995:51) menyatakan kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan secara obyektif kualitas menurut Juran, (dalam Yamit, 1996, p337) adalah : suatu standar khusus dimana kemampuannya (availability), kinerja (performance), kendalannya (reliability), kemudahan pemeliharaan (maintainability) dan karakteristiknya dapat diukur.
Menurut Davis, (dalam Yamit, 2005, p8) membuat definisi kualitas yang lebih luas cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pendekatan yang digunakan Davis ini menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas lingkungan.

2.1.2   Definisi Pendidikan
Hasbullah (2005:1) menyatakan bahwa secara sederhana pendidikan dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Pada dasarnya pendidikan adalah laksana eksperimen yang tidak pernah selesai sampai kapan pun, sepanjang ada kehidupan manusia di dunia ini. Dikatakan demikian, karena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan dan peradapan manusia yang terus berkembang. Hal ini sejalan dengan pembawaan manusia yang memiliki potensi kreatif dan inovatif dalam segala bidang kehidupannya.
Menurut UU No. 20 tahun 2003 menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga mempunyai sifat konstruktif dalam hidup manusia.


2.1.3   Definisi Kualitas Pendidikan
Kualitas pendidikan menurut Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar (1993:159) merupakan kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin.
Di dalam konteks pendidikan menurut Umaedi (1999:4), pengertian kualitas atau mutu dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dari konteks “proses” pendidikan yang berkualitas terlibat berbagai input (seperti bahan ajar: kognitif, afektif dan, psikomotorik), metodologi (yang bervariasi sesuai dengan kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.
 Kualitas dalam konteks “hasil” pendidikan mengacu pada hasil atau prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun, bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis, misalnya ulangan umum, EBTA atau UAN. Dapat pula prestasi dibidang lain seperti di suatu cabang olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan dan sebagainya.
Selain itu kualitas pendidikan merupakan kemampuan sistem pendidikan dasar, baik dari segi pengelolaan maupun dari segi proses pendidikan, yang diarahkan secara efektif untuk meningkatkan nilai tambah dan factor-faktor input agar menghasilkan output yang setinggi-tingginya. Jadi pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dasar untuk belajar, sehingga dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor dalam pembaharuan dan perubahan dengan cara memberdayakan sumber-sumber pendidikan secara optimal melalui pembelajaran yang baik dan kondusif.
Pendidikan atau sekolah yang berkualitas disebut juga sekolah yang berprestasi, sekolah yang baik atau sekolah yang sukses, sekolah yang efektif dan sekolah yang unggul. Sekolah yang unggul dan bermutu itu adalah sekolah yang mampu bersaing dengan siswa di luar sekolah. Juga memiliki akar budaya serta nilai-nilai etika moral (akhlak) yang baik dan kuat.
Mengutip pendapat Chafidz (1998: 39) Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang akan dihadapi sekarang dan masa yang akan datang. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kualitas atau mutu pendidikan adalah kemampuan lembaga dan sistem pendidikan dalam memberdayakan sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang sesuai dengan harapan atau tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang efektif. Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas, yaitu lulusan yang memilki prestasi akademik dan non-akademik yang mampu menjadi pelopor pembaruan dan perubahan sehingga mampu menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang dihadapinya, baik di masa sekarang atau di masa yang akan datang (harapan bangsa).

2.1.4   Kualitas Pendidikan di Indonesia
Berdasarkan data dalam Education For All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/2011), indeks pembangunan pendidikan atau education development index (EDI) berdasarkan data tahun 2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127 negara di dunia. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80. Total nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian, yaitu:
-          Angka partisipasi pendidikan dasar,
-          Angka melek huruf pada usia 15 tahun ke atas,
-          Angka partisipasi menurut kesetaraan jender,
-          Angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD).
Penurunan EDI Indonesia yang cukup tinggi terjadi terutama pada kategori penilaian angka bertahan siswa hingga kelas V SD. Kategori ini untuk menunjukkan kualitas pendidikan di jenjang pendidikan dasar yang siklusnya dipatok sedikitnya lima tahun. 
Di tingkat Asia, Saat ini Indonesia masih tertinggal dari Brunei Darussalam yang berada di peringkat ke-34. Brunai Darussalam masuk kelompok pencapaian tinggi bersama Jepang, yang mencapai posisi nomor satu Asia. Adapun Malaysia berada di peringkat ke-65 atau masih dalam kategori kelompok pencapaian medium seperti halnya Indonesia.Meskipun demikian posisi Indonesia saat ini masih jauh lebih baik dari Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109). Selanjutnya, kondisi pendidikan di Indonesia juga dapat dijelaskan melalui tabel-tabel berikut ini.
TABEL 1.1 Jumlah Pencari Kerja (Tenaga Kerja yang Belum Terserap) Menurut Pendidikan
Pendidikan
Jumlah
Persentase
Tidak Sekolah
278.329
3,5
Tidak/Belum Tamat SD
573.097
7,2
Tamat SD
1.893.565
23,7
Tamat SMP Umum
1.786.317
22,3
Tamat SMA Umum
1.881.578
23,5
Tamat SMA Kejurusan
1.051.912
13,1
Tamat Akademi/Diploma
289.134
3,1
Tamat Universitas
289.099
3,6

TABEL 1.2 Angka Partisipasi Murni
Umur
Jumlah
Angka Partisipasi Murni
Tidak Mendapat Pendidikan
7-12
25.857.117
24.434.976
1.422.141 (5,50%)
13-15
13.095.083
7.293.961
5.801.122 (44,30%)
16-18
13.466.700
4.352.795
9.113.941 (67,68%)
19-24
25.784.500
3.688.794
22.095.706 (85,69%)
jumlah
78.203.400
39.770.490
38.432.901 (49,12%)
 Sumber : Indonesia Educational Statistics in Brief 2000/2001;Balitbang Depdiknas (dikutip dari buku Guru Profesional,2010:5)

2.2  Pendidikan di Kota
2.2.1   Kota
Dalam pengertian geografis, kota itu adalah suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok kelompok, dan mata pencaharian penduduknya bukan pertanian. Sementara menurut Bintarto (1987) kota dalam tinjauan geografi adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah di belakangnya.
2.2.2   Pendidikan di Kota
Fenomena pendidikan masyarakat perkotaan salah satunya yaitu, masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Maka, ketimpangan ini dapat memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam (Hanakristina,2010). Sekolah yang kualitasnya bagus karena memiliki pengajar yang kompeten, fasilitas lengkap, dan siswa-siswanya cerdas akan semakin bagus. Sedangkan sekolah yang kualitasnya sedang justru sebaliknya. Sekolah yang kualitasnya sedang atau kurang bagus akan menjadi bertambah buruk. Sudah tenaga pengajarnya kurang kompeten, fasilitasnya kurang, siswa-siswanya juga kurang secara akademis menurut Prof. Eko Budihardjo (dalam www.mediaindonesia.com).

2.3  Pendidikan di Desa
2.3.1   Desa
Menurut UU no 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah pasal I yang dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mngatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten. Kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan SDA, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
Pembangunan desa ditinjau dari konteks transformasi struktur ekonomi dan sosial, institusi-institusi, hubungan-hubungan dan proses-proses di daerah pedesaan yang akan dicapai dalam jangka panjang. Tujuan-tujuan pembangunan desa tidak bisa hanya semata-mata terbatas pada pertumbuhan ekonomi saja. Lebih dari itu, harus ditinjau berdasarkan keseimbangan pembangunan ekonomi dan sosial. Sampai saat ini pembangunan pertanian merupakan salah satu komponen yang dominan di negara kita. Karena lebih dari 60 persen populasi di daerah pedesaan menggantungkan hidupnya pada kegiatan pertanian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Namun demikian pembangunan desa haruslah dilihat dari perspektif yang lebih jelas.
Karakteristik umum masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di jawa. Namun dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah tidak berlaku. Berikut ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.
1.      Sederhana
2.      Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
3.      Mempunyai sifat kekeluargaan
4.      Lugas atau berbicara apa adanya
5.      Tertutup dalam hal keuangan mereka
6.      Perasaan tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
7.      Menghargai orang lain
8.      Demokratis dan religius
9.      Jika berjanji, akan selalu diingat
2.3.2   Pendidikan di Desa
Ketidakmampuan desa untuk berhadapan dengan pesatnya kemajuan kota salah satunya diakibatkan oleh kelemahan sistem pendidikan yang ada di desa itu sendiri. Seringkali pengembangan pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah desa banyak yang tidak disesuaikan terlebih dahulu dengan kebutuhan yang ada di dalam masyarakat. Bahkan yang lebih memprihatinkan dalam penyusunan kurikulum terkadang disamakan dengan pengembangan kurikulum di sekolah-sekolah kota. Hal ini kemudian menyebabkan sekolah-sekolah di pedesaan menjadi tidak mungkin mampu dalam menjawab tantangan serta peluang kerja yang ada di daerahnya sendiri. Akhirnya muncul kecenderungan bila ada seorang anak desa yang terdidik, maka ia akan enggan untuk bekerja di desanya dan selanjutnya lebih memilih pergi untuk mencari pekerjaan yang lebih menjanjikan ke kota.
2.4  Jenjang Pendidikan anak Usia Dini
2.4.1   Kebijakan dan Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Perubahan paradigma dalam bidang pendidikan dan berbagai perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks) membawa implikasi terhadap berbagai aspek pendidikan, termasuk kepada kebijakan pendidikan. Jika pada awal-awal kemerdekaan fokus perhatian pemerintah lebih tertuju pada jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, secara berangsur-angsur perhatian pemerintah tertuju pada pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar, yaitu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Perhatian tersebut merupakan wujud komitmen pemerintahan Indonesia sebagai anggota PBB terhadap hasil pertemuan dunia Education For All yang diselenggarakan di Dakar tahun 2000. Pertemuan tersebut menegaskan kembali komitmen terhadap pendidikan dan perawatan anak usia dini yang menentukan perkembangannya. Sejak saat itu hingga sekarang, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mulai menjadi isu sentral di dunia pendidikan, salah satunya di Indonesia. Berbagai ketentuan tentang pendidikan anak usia dini termuat dalam UU RI No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan seluruh jenjang pendidikan, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), sampai dengan jenjang pendidikan tingggi. Pada Pasal 28 ditetapkan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal dan informal.
Dalam undang-undang tentang sistem pendidikan nasional, dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang diberikan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohaniah anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I ayat 14).
2.4.2    Urgensi Pendidikan Anak Usia Dini
Anak usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia enam tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak. Usia dini merupakan usia ketika anak mengalami pertumbuhan serta perkembangan pesat. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar dalam sepanjang rentang pertumbuhan dan perkembangan kehidupan manusia. Masa  ini ditandai oleh berbagai periode penting yang fundamen dalam kehidupan anak selanjutnya sampai akhir periode perkembangannya.
Menurut Barnawi (2012:78) Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Secara khusus, tujuan pendidikan  anak usia dini antara lain adalah sebagai berikut.
1.      Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta mencintai sesamanya.
2.      Agar anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya, termasuk gerakan motorik kasar dan motorik halus, serta mampu menerima rangsangan sensorik.
3.      Anak mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa psif dan dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk berpikir dan belajar.
4.      Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah, dan menemukan hubungan sebab-akibat.
5.      Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial dan budaya serta mampu mengembangkan konsep diri yang positif dan kontrol diri.
6.      Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta menghargai karya kreatif.
Dengan demikian, urgensi pendidikan anak usia dini adalah untuk mengembangkan semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa, fisik (motorik halus dam kasar), sosial,  dan emosional. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara perkembangan yang dialami anak pada usia dini dan keberhasilan mereka dalam kehidupan selanjutnya.

BAB III
METODE PENULISAN
3.1  Jenis Penulisan
Tulisan dalam karya tulis ini bersifat kajian pustaka atau library research. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif yang disertai dengan analisis sehingga menunjukkan suatu kajian ilmiah yang dapat dikembangkan dan diterapkan lebih lanjut.
3.2  Objek Penulisan
Objek tulisan ini adalah pertukaran pesertadidik pada berbagai jenjang pendidikan yang dimulai dari jenjang pendidikan anak usia dini dari desa ke kota dan dari kota ke desa sebagai salah satu program yang dapat dijalankan dalam kerangka otonomi pendidikan. Dengan adanya program ini diharapkan dapat membantu upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
3.3  Teknik Pengambilan Data
Informasi yang dikumpulkan adalah informasi yang berkaitan dengan masalah pendidikan di Indonesia, khususnya masalah kurang meratanya pendidikan di daerah perkotaan dan pedesaan. Informasi ini diperoleh dari berbagai literatur baik berupa majalah, jurnal ilmiah, internet maupun buku yang relevan dengan objek yang akan dikaji.
3.4  Prosedur Penulisan
Setelah dilakukan pengumpulan data informasi, semua data informasi dikaji dan diseleksi untuk mengambil data atau informasi yang relevan dengan masalah yang dikaji. Untuk menyajikan masalah yang akan dibahas, maka dalam tulisan ini akan penyayian dibagi atas tiga pokok bahasan, yaitu :
1.      Kualitas pendidikan di Indonesia.
2.      Perbedaan kualitas pendidikan di kota dan di desa.
3.      Pertukaran pelajar dari desa ke kota dan sebaliknya sebagai upaya meratakan kualitas pendidikan.
















BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
4.1  Analisis
Menurut Dr. Ir. Ali Hanapiah Muhi, MP dalam artikelnya yang berjudul “Problema Pendidikan di Perdesaan (2011)” menjelaskan bahwa Negara yang tidak dapat membangun dan mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan kecerdasan rakyatnya dan tidak mampu memanfaatkannya secara efektif dalam perekonomian nasional, maka akan sangat sulit atau bahkan tidak akan bisa mengembangkan apa-apa.
Bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan yang sangat krusial dan multidimensional. Hampir semua bidang kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat mengalami krisis berkepanjangan. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia yang masih rendah. Menilai kualitas sumber daya manusia suatu bangsa secara umum di lihat dari mutu pendidikan bangsa tersebut. Negara yang tidak dapat membangun dan mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan kecerdasan rakyatnya dan tidak mampu memanfaatkannya secara efektif dalam perekonomian nasional, maka akan sangat sulit atau bahkan tidak akan bisa mengembangkan apa-apa.
Pemerintah memang tak henti-hentinya memberikan kebijakan demi kemajuan pendidikan, namun kebijakan demi kebijakan seakan hanya menjadi oase di tengah padang pasir yang kesejukannya hanya sesaat saja. Dalam praktiknya, pendidikan tetap menjadi masalah yang krusial bagi bangsa ini. Bagi mereka yang tinggal di kota besar, mungkin pendidikan bukan barang mewah. Mereka diwajibkan bersekolah minimal lulus SMA agar dapat bekerja. Kalau orang tua masih mampu membiayai, bisa lanjut ke pendidikan tinggi. Namun, tidak demikian dengan mereka yang tinggal di desa-desa di pelosok kabupaten. Tak jarang, fungsi sekolah hanyalah sebatas untuk mengentaskan buta huruf dan angka. Bisa membaca, menulis, berhitung, dan mengaji, maka selesailah sudah kewajiban si anak untuk bersekolah. Sehingga, dapat dikatakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pendidikan di kota dan desa, diantaranya sebagai berikut :
·         Perbedaan kualitas Sumber daya manusia
·         Perbedaan infrastruktur dan aksesibilitas
·         Proses pembelajaran yang kurang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
·         Lemahnya sistem pendidikan nasional
Pendidikan sudah masuk ke seluruh lini kehidupan masyarakat dalam berbagai tingkatan, mulai dari pendidikan anak usia dini sampai ke pendidikan tinggi. Hal ini terbukti karena di pelosok-pelosok nan jauh disana, masyarakat sudah mengenal PAUD. Masyarakat mulai mengetahui ada lembaga pendidikan lain selain TK bagi anak usia dini. Fenomena menjamurnya PAUD merukan salah satu bentuk antusiasme masyarakat dalam merespon program pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pendidikan bagi anak usia dini, mengingat masih banyak anak-anak yang pada usia dini belum memperoleh layanan pendidikan anak usia dini.
Mengingat urgen atau pendidikan sejak usia dini, maka untuk menyelenggarakan pendidikan yang berkulitas perlu dilakukan mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini. Karena pada usia inilah anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan sebanyak 80% dan 20% lainnya akan mereka alami di usia lanjutan. Jadi akan sangat disayangkan jika pada jenjang ini tidak dilakukan peningkatan kualitas pendidikan.
Selanjutnya di dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005 Pasal I Ayat I dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi anak pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini. Dengan demikian demi peningkatan kualitas pendidikan mulai dari pendidikan usia dini, juga menuntut guru pendidikan anak usia dini untuk mampu menjadi fasilitator dalam peningkatan kualitas pendidikan peserta didik anak usia dini.

4.2  Sintesis
Pemerintah sebagai pengemban amanat rakyat, dapat bergerak cepat menemukan dan memperbaiki celah – celah yang dapat menyulut kesenjangan dalam dunia pendidikan. Salah satunya dengan cara menjadikan pendidikan di Indonesia semakin murah atau bahkan gratis tapi bukan pendidikan yang murahan tanpa kualitas. Hal ini memang sudah dimulai di beberapa daerah di Indonesia yang menyediakan sekolah unggulan berkualitas yang bebas biaya. Namun hal tersebut baru berupa kebijakan regional di daerah tertentu. Alangkah baiknya jika pemerintah pusat menerapkan kebijakan tersebut dalam skala nasional. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut pemerintah perlu melakukan pembenahan terutama dalam bidang birokrasi.
Untuk mengatasi permasalahan disparitas antara desa dan kota,  pemerintah telah menstimulusnya dengan mengeluarkan kebijakan desentralisasi pendidikan yang berada satu paket dengan pelaksanaan otonomi daerah. UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menuntut dilaksanakannya otonomi daerah dan wawasan demokrasi, termasuk dalam penyelenggaraan pendidikan. Regulasi ini pun berpengaruh pada sistem pendidikan nasional dari sistem sentralisasi ke bentuk desentralisasi. Desentralisasi penyelenggaraan pendidikan ini juga terwujud dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Akan tetapi pemerintah tidak mungkin dapat bekerja sendiri dalam meningkatkan dan meratakan kualitas mutu pendidikan di desa dan kota. Pendidikan desa tidak mungkin berkembang optimal tanpa adanya partisipasi dari semua komponen masyarakat. Maka dari itu, pemerintah harus dapat melakukan mobilisasi sumber daya manusia dengan melakukan pertukaran peserta didik (Student Exchange) dari desa ke kota dan dari kota ke desa yang dimulai dari peserta didik PAUD.
Hal tersebut juga didukung oleh ide Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Moh. Nuh yang mengingatkan, bahwa dalam dunia pendidikan tak boleh ada sikap diskriminatif yang disebabkan adanya perbedaan kaya dengan miskin akibat faktor wilayah kota dan desa sehingga seseorang kehilangan hak untuk mendapatkan pendidikan. Perlu diimplentasikan dan dilaksanakan dengan segera, agar hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang layak dapat segera terwujud, dan dapat mendorong lembaga pendidikan untuk mempertimbangkan kurikulum maupun metodologi yang tidak banyak mengeluarkan biaya (di dalam Hanakristina,2010).
Anak-anak dapat berkembang lebih baik bila ada interaksi dengan siswa dan guru yang berbeda-beda. Manfaatnya, siswa-siswa pintar baik yang berasal dari kota maupun dari desa bisa berbagi,  sedangkan siswa yang kurang pandai bisa belajar untuk meningkatkan diri. Bila anak-anak sudah dikotak-kotakkan berdasarkan kecerdasan atau taraf ekonomi melalui sistem pendidikan, generasi muda Indonesia akan menganggap bahwa ketidak adilan merupakan hal biasa. Khususnya pada jenjaang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pertukaran peserta didik dari kota ke desa maupun sebaliknya akan memperkaya pengalaman belajar mereka. Program pertukaran peserta didik pada anak usia dini ini dilakukan pada anak usia TK yaitu 4-6 tahun, karena di usia ini anak sudah mampu beradaptasi dengan lingkungan yang baru, anak bisa berinteraksi dan menyerap berbagai pengalaman-pengalaman yang baru pada lingkungan yang baru pula tentunya dengan dampingan dan bimbingan dari guru maupun orangtua. Program pertukaran peserta didik anak usia dini ini pada jenjang pendidikan formal TK dapat dipraktikkan berdasarkan tema rekreasi di minggu pertama pada semester kedua, sehingga program ini tidak lepas dari hakikat dan model pembelajaran di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) itu sendiri. Kebijakan melalui program pertukaran peserta didik (Student Exchange) mulai dari pendidikan anak usia dini ini yang diharapkan untuk meminimalisir jumlah anak-anak bangsa yang tertinggal.
Untuk mengantisapasi berbagai kendala dalam pelaksanaan program pertukaran peserta didil (Student Exchange) ini, maka perlu diupayakan hal-hal sebelum penerapannya, diantaranya sebagai berikut: Pertama, mendiagnosis kebutuhan pendidikan masyarakat baik yang di kota maupun yang di desa, baik Dewan Sekolah ataupun Komite Sekolah, dilibatkan sejak awal. Hal ini selain bertujuan untuk mendapatkan dukungan, juga kebutuhan masyarakat dapat terdeteksi dan berbagi sehingga saling melengkapi. Dalam menganalisis kebutuhan masing-masing masyarakat pendidikan, diharapkan kemampuan dasar yang dibutuhkan siswa berkembang sesuai dengan perkembangan intelektual, emosional dan kebutuhan masyarakat saat itu. Kedua, dalam implementasinya guru mempunyai kewenangan penuh dalam mengubah strategi pembelajaran dan materi disesuiaikan dengan kebutuhan siswa baik siswa asli maupun siswa pertukaran pelajar tersebut. Dalam merumuskan tujuan, profil kompetensi, unit kompetensi dan perubahan perilaku yang diharapkan dalam hal ini sudah tergambarkan. Pendidikan yang diterapkan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau kebutuhan dari daerah tempat dilangsungkan pendidikan. Unsur muatan lokal yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan daerah setempat. Muatan lokal yang dimaksud diarahkan kepada keterampilan yang mengutamakan kearifan lokal, karena keterampilan dapat digunakan untuk menopang kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan dari pada penguasaan pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan seseorang.
Melalui program pertukaran peserta didik mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar sampai pendidikan lanjutan dari desa ke kota dan sebaliknya akan saling berbagi serta melengkapi dalam penerimaan kualitas pendidikan. Para pelajar dari desa bisa mencicipi kemudahan akses dan fasilitas pendidikan di kota yang bisa dikatakan serba ada, sebaliknya para pelajar dari kota bisa merasakan suasana balajar di lingkungan pedesaan, bisa merasakan adanya nilai-nilai keramah-tamahan pada masyarakat pendidikan di desa. Pada pendidikan anak usia dini, program pertukaran peserta didik dari kota ke desa dan sebaliknya dapat dilakukan melalui prosedur yang sederhana, seperti mengajak peserta didik yang bersekolah di lingkungan perkotaan untuk mengikuti pembelajaran di desa, begitu juga sebaliknya peserta didik yang terbiasa dengan lingkungan pedesaan akan mengikuti pembelajaran di perkotaan. Kegiatan ini dapat berlangsung dengan melakukan kolaborasi atau kerja sama antar sekolah PAUD yang berada di kota dan sekolah yang berada di desa yang masih berada dalam satu wilayah regional, seperti masih satu kabupaten/kota. Program ini dirancang sedemikian rupa agar pembelajaran pada peserta didik benar-benar bermakna.
Tidak hanya itu, melalui pertukaran peserta didik PAUD dari kota ke desa akan membantu peserta didik dalam memperkaya wawasan dan perkembangan mereka dengan mencicipi pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan di pedesaan. Peserta didik belajar lebih dekat dengan alam, menggunakan sarana dan prasarana ala pedesaan dengan alat-alat permainan edukatif yang sederhana dan sebagian besar masih bersifat tradisional, mengenalkan peserta didik tentang nilai-nilai budaya yang berasal dari desa tersebut secara real atau nyata sehingga pembelajaran akan menjadi lebih bermakna disaat peserta didik dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan. Dengan demikian, jika peserta didik dihadapkan pada situasi pendidikan di lingkungan pedesaan karena harus pindah dari kota ke desa mereka tidak canggung lagi dalam berinteraksi dengan lingkungan belajar di pedesaan. Sedangkan pertukaran peserta didik dari desa ke kota, selain dapat menikmati akses pendidikan yang serba canggih dan modern di kota, peserta didik yang harus pindah dari desa ke kota pun tidak akan canggung dalam berinterakti dan bersosialisasi karena mereka sudah pernah berinteraksi dengan lingkungan kota sebelumnya melalui program pertukaran peserta didik ini. Melalui program ini juga akan meningkatkan kesadaran orangtua maupun masyarakat akan urgennya pendidikan di usia dini yang akan mempengaruhi pendidikan yang akan ditem[uh anak selanjutnya.
Di samping itu, melalui program pertukaran pelajar dari desa ke kota, pendidikan akan memfasilitasi para pelajar untuk saling berbagi pengalaman dan ilmu mereka. sehingga luaran yang diharapkan berupa implementasi dari program pertukaran peserta didik ini dapat membantu peningkatan dan penyamarataan kualitas pendidikan di desa dan di kota. Terkhusus lagi, jika program ini digalakkan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini yang sangat mempengaruhi pendidikan selanjutnya maka peningkatan mutu pendidikan di kota dan di desa akan dapat dilaksanakan.


BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Impelementasi pendidikan dalam rangka peningkatan sumber daya manusia (SDM) terus dilakukan sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945, Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efesiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global. Namun masih timbul berbagai ketimpangan pendidikan di tengah-tengah masyarakat, termasuk yang sangat menonjol adalah ketimpangan kualitas pendidikan antar desa dan kota.
Bagi mereka yang tinggal di kota besar, pendidikan bukan barang mewah. Mereka diwajibkan bersekolah minimal lulus SMA agar dapat bekerja. Kalau orang tua masih mampu membiayai, bisa lanjut ke pendidikan tinggi. Namun, tidak demikian dengan mereka yang tinggal di desa-desa di pelosok kabupaten. Tak jarang, fungsi sekolah hanyalah sebatas untuk mengentaskan buta huruf dan angka. Bisa membaca, menulis, berhitung, dan mengaji, maka selesailah sudah kewajiban si anak untuk bersekolah. Sehingga, dapat dikatakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pendidikan di kota dan desa, diantaranya perbedaan kualitas Sumber daya manusia, perbedaan infrastruktur dan aksesibilitas, proses pembelajaran yang kurang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat, lemahnya sistem pendidikan nasional.
Melalui program pertukaran peserta didik (Student Exchange) mulai dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dari desa ke kota dan sebaliknya akan saling berbagi serta melengkapi dalam penerimaan kualitas pendidikan. melalui pertukaran peserta didik PAUD dari kota ke desa akan membantu peserta didik dalam memperkaya wawasan dan perkembangan mereka dengan mencicipi pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan di pedesaan. Peserta didik belajar lebih dekat dengan alam, menggunakan sarana dan prasarana ala pedesaan dengan alat-alat permainan edukatif yang sederhana dan sebagian besar masih bersifat tradisional, mengenalkan peserta didik tentang nilai-nilai budaya yang berasal dari desa tersebut secara real atau nyata sehingga pembelajaran akan menjadi lebih bermakna disaat peserta didik dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan. Dengan demikian, jika peserta didik dihadapkan pada situasi pendidikan di lingkungan pedesaan karena harus pindah dari kota ke desa mereka tidak canggung lagi dalam berinteraksi dengan lingkungan belajar di pedesaan. Sedangkan pertukaran peserta didik dari desa ke kota, selain dapat menikmati akses pendidikan yang serba canggih dan modern di kota, peserta didik yang harus pindah dari desa ke kota pun tidak akan canggung dalam berinterakti dan bersosialisasi karena mereka sudah pernah berinteraksi dengan lingkungan kota sebelumnya melalui program pertukaran peserta didik ini. Melalui program ini juga akan meningkatkan kesadaran orangtua maupun masyarakat akan urgennya pendidikan di usia dini yang akan mempengaruhi pendidikan yang akan ditem[uh anak selanjutnya.
Di samping itu, melalui program pertukaran pelajar dari desa ke kota, pendidikan akan memfasilitasi para pelajar untuk saling berbagi pengalaman dan ilmu mereka. sehingga luaran yang diharapkan berupa implementasi dari program pertukaran peserta didik ini dapat membantu peningkatan dan penyamarataan kualitas pendidikan di desa dan di kota. Terkhusus lagi, jika program ini digalakkan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini yang sangat mempengaruhi pendidikan selanjutnya maka peningkatan mutu pendidikan di kota dan di desa akan dapat dilaksanakan.


5.2 Saran
Dalam penulisan karya tulis ini penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis memohonkan saran dari segenap pembaca agar menjadi pedoman bagi penulis untuk penulisan karya tulis lainnya.
 

DAFTAR PUSTAKA

Barnawi, dan Novan Ardy Wiyani.2012.Format PAUD.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
Barry,Dahlan.1994. Kamus Modern Bahasa Indonesia.Yogyakarta: Arloka
Chafidz,Abdul.1998.SekolahUnggul Konsepsi dan Problematikanya.Jakarta:MPA
Hasbullah.2005.Dasar-dasar Ilmu Pendidikan.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
------------.2006.Otonomi Pendidikan. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada

Kunandar.2010.Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Kurniati, Euis dan Yeni Rachmawati.2010.Strategi Pengembangan Kreativitas pada Anak Usia Taman Kanak-kanak.Jakarta:Kencana Pramedia Group
Shihab, Quraish.1999.Membumikan Al-Quran.Bandung:Mizan
Supriyanto.1997.Mutu Pendidikan Sekolah Dasar  di Daerah Diseminasi. Bandung: IKIP
Suryadi, Ace dan Tilaar, H.A.R.1993.Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
Tjiptono, Fandy.1995.Manajemen Jasa.Yogyakarta: Andi Offcet
Umaedi.1999.Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.Direktur Pendidikan Menengah dan Umum
Usman, Husaini.2006.manajemen teori, praktek dan riset pendidikan. Jakarta: Bumi aksara
Masitoh, dkk.2009. “Studi Implementasi Kurikulum Berbasis Kecakapan Hidup pada Jenjang Sekolah Dasar, Artikel Jurnal Penelitian Vol.10 No.2

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar