PEMILIHAN MAHASISWA BERPRESTASI
PROGRAM SARJANA
PENINGKATAN KUALITAS PENDIDIKAN DI KOTA DAN DI DESA
MELALUI PERTUKARAN PESERTA DIDIK MULAI DARI
JENJANG PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
OLEH :
UTARI NANDA RISMI
NIM/BP
1100790/ 2011
FIP
Universitas Negeri Padang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Upaya
peningkatan kualitas pendidikan dilakukan dengan berbagai pendekatan, baik
pendekatan kelembagaan, legal formal, maupun pemberdayaan sumber daya
pendidikan. Pendekatan kelembagaan salah satunya melalui lahirnya Direktorat Jendral
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Pendekatan legal formal melalui
serangkaian perundang-undangan yang berkaitan dengan pendidikan, seperti UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendekakatan
pemberdayaan sumberdaya pendidikan dilakukan dengan melakukan kegiatan
peningkatan kompetensi dan kualifikasi tenaga pendidik dan kependidikan secara
sistematis dan berkesinambungan.
Dalam
perjalanannya banyak kalangan yang menganggap kualitas pendidikan Indonesia masih
rendah. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator, diantaranya ketimpangan
pendidikan antara masyarakat miskin dan kaya, termasuk tidak meratanya pemerolehan
pendidikan antara masyarakat perkotaan dan pedesaan. Indonesia memiliki
penduduk sekitar 220 juta jiwa yang majemuk karena terdiri dari beragam suku
bangsa, agama, budaya, dan latar belakang sosial sehingga usaha untuk meratakan
kualitas pendidikan masih menjadi kendala utama. Hal ini disebabkan oleh perhatian pemerintah yang sangat
berlebihan terhadap pembangunan di wilayah perkotaan, mengakibatkan arus
urbanisasi penduduk pedesaan ke kota-kota besar terus meningkat tajam setiap
tahunnya. Ketidakmampuan desa untuk berhadapan dengan pesatnya kemajuan kota
salah satunya diakibatkan oleh kelemahan sistem pendidikan yang ada di desa itu
sendiri. Seringkali pengembangan pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah
desa banyak yang tidak disesuaikan terlebih dahulu dengan kebutuhan yang ada di
dalam masyarakat. Bahkan yang lebih memprihatinkan dalam penyusunan kurikulum
terkadang disamakan dengan pengembangan kurikulum di sekolah-sekolah kota. Hal
ini kemudian menyebabkan sekolah-sekolah di pedesaan menjadi tidak mungkin
mampu dalam menjawab tantangan serta peluang kerja yang ada di daerahnya
sendiri. Akhirnya muncul kecenderungan bila ada seorang anak desa yang
terdidik, maka ia akan enggan untuk bekerja di desanya dan selanjutnya lebih
memilih pergi untuk mencari pekerjaan yang lebih menjanjikan ke kota. Di lain
pihak pendidikan di kota masih melahirkan pengangguran-pengangguran yang
terdidik karena masih minimnya kompetensi yang mereka miliki untuk memasuli
dunia kerja.
Kesempatan
memperoleh pendidikan yang berkualitas berlaku untuk semua (education for all), mulai dari usia dini
sebagai masa the golden age,
pendidikan dasar, dan pendidikan lanjutan. Permasalah kurang meratanya kualitas
pendidikan di kota dan di desa perlu ditanggapi sedari dini, mengingat pendidikan
di usia dini memberikan pengaruh yang sangat besar dalam memasuki pendidikan
dasar dan pendidikan tingkat lanjutan. Oleh karena itu, upaya peningkatan
kualitas pendidikan harus dilakukan mulai dari jenjang pendidikan anak usia
dini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
a. Apa
itu kualitas pendidikan dan bagaimana kualitas pendidika di Idonesia?
b. Bagaimana
perbedaan kualitas pendidikan yang
diterima oleh masyarakat di perkotaan
dan di prdesaan ?
c. Bagaimana
pertukaran peserta didik mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini sampai ke
jenjang pendidikan lanjutan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di kota dan
di desa ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini adalah
agar kita mengetahui bagaimana kualitas
pendidikan dan masalah-masalah yang terdapat di dalamnya. Mengetahui seperti
apa kesenjangan kualitas pendidikan di kota dan di desa. Dengan mengetahui dan menganalisis penyebab
dan dampak dari kesenjangan kualitas pendidikan tersebut sejauh mana pertukaran
peserta didik mengurangi kesenjangan tersebut.
1.4 Manfaat Penulisan
Dengan
adanya tulisan ini diharapkan dapat memberikan dampak yang nyata bagi perbaikan
kualitas pendidikan khususnya terhadap kesenjangan kualitas pendidikan di kota
dan didesa mulai dari jenjang pendidikan anak usia dini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kualitas Pendidikan
2.1.1
Definisi
Kualitas
Arti
dasar dari kata kualitas dalam Kamus Modern Bahasa Indonesia menurut Barry
(1994:329) adalah “kualitet”: “mutu”; baik buruknya barang.” Seperti
halnya yang dikutip oleh Shihab (1999:280) yang mengartikan kualitas sebagai tingkat baik
buruk sesuatu atau mutu sesuatu. Sedangkan menurut Supriyanto (1997:225) kalau
diperhatikan secara etimologi, mutu atau kualitas diartikan dengan kenaikan
tingkatan menuju suatu perbaikan atau kemapanan. Sebab kualitas mengandung
makna bobot atau tinggi rendahnya sesuatu. Jadi dalam hal ini kualitas
pendidikan adalah pelaksanaan pendidikan disuatu lembaga, sampai dimana
pendidikan di lembaga tersebut telah mencapai suatu keberhasilan.
Sebagaimana
yang telah dipaparkan oleh Guets dan Davis dalam Tjiptono (1995:51) menyatakan
kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,
manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Sedangkan secara obyektif kualitas menurut Juran,
(dalam Yamit, 1996, p337) adalah : suatu standar khusus dimana kemampuannya (availability),
kinerja (performance), kendalannya (reliability), kemudahan
pemeliharaan (maintainability) dan karakteristiknya dapat diukur.
Menurut
Davis, (dalam Yamit, 2005, p8) membuat definisi kualitas yang lebih luas
cakupannya, yaitu kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan
dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan. Pendekatan yang digunakan Davis ini menegaskan bahwa kualitas
bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir, yaitu produk dan jasa tetapi
juga menyangkut kualitas manusia, kualitas lingkungan.
2.1.2
Definisi Pendidikan
Hasbullah
(2005:1) menyatakan bahwa secara sederhana pendidikan dapat diartikan sebagai
usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam
masyarakat dan kebudayaan. Pada dasarnya pendidikan adalah laksana eksperimen
yang tidak pernah selesai sampai kapan pun, sepanjang ada kehidupan manusia di
dunia ini. Dikatakan demikian, karena pendidikan merupakan bagian dari
kebudayaan dan peradapan manusia yang terus berkembang. Hal ini sejalan dengan
pembawaan manusia yang memiliki potensi kreatif dan inovatif dalam segala
bidang kehidupannya.
Menurut UU No.
20 tahun 2003 menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pendidikan
merupakan fenomena manusia yang fundamental, yang juga mempunyai sifat
konstruktif dalam hidup manusia.
2.1.3
Definisi Kualitas Pendidikan
Kualitas
pendidikan menurut Ace Suryadi dan H.A.R Tilaar (1993:159) merupakan kemampuan
lembaga pendidikan dalam mendayagunakan sumber-sumber pendidikan untuk
meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin.
Di
dalam konteks pendidikan menurut Umaedi (1999:4), pengertian kualitas atau mutu
dalam hal ini mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan. Dari konteks
“proses” pendidikan yang berkualitas terlibat berbagai input (seperti bahan
ajar: kognitif, afektif dan, psikomotorik), metodologi (yang bervariasi sesuai
dengan kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana
prasarana dan sumber daya lainnya serta penciptaan suasana yang kondusif.
Kualitas dalam konteks “hasil” pendidikan
mengacu pada hasil atau prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun
waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir tahun, 2 tahun atau 5 tahun,
bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student
achievement) dapat berupa hasil test kemampuan akademis, misalnya ulangan
umum, EBTA atau UAN. Dapat pula prestasi dibidang lain seperti di suatu cabang
olah raga, seni atau keterampilan tambahan tertentu. Bahkan prestasi sekolah
dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti
suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan dan sebagainya.
Selain
itu kualitas pendidikan merupakan kemampuan sistem pendidikan dasar, baik dari
segi pengelolaan maupun dari segi proses pendidikan, yang diarahkan secara
efektif untuk meningkatkan nilai tambah dan factor-faktor input agar
menghasilkan output yang setinggi-tingginya. Jadi pendidikan yang berkualitas
adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan dasar
untuk belajar, sehingga dapat mengikuti bahkan menjadi pelopor dalam
pembaharuan dan perubahan dengan cara memberdayakan sumber-sumber pendidikan
secara optimal melalui pembelajaran yang baik dan kondusif.
Pendidikan
atau sekolah yang berkualitas disebut juga sekolah yang berprestasi, sekolah yang
baik atau sekolah yang sukses, sekolah yang efektif dan sekolah yang unggul. Sekolah
yang unggul dan bermutu itu adalah sekolah yang mampu bersaing dengan siswa di
luar sekolah. Juga memiliki akar budaya serta nilai-nilai etika moral (akhlak)
yang baik dan kuat.
Mengutip
pendapat Chafidz (1998: 39) Pendidikan yang berkualitas adalah pendidikan yang mampu
menjawab berbagai tantangan dan permasalahan yang akan dihadapi sekarang dan
masa yang akan datang. Dari sini dapat disimpulkan bahwa kualitas atau mutu
pendidikan adalah kemampuan lembaga dan sistem pendidikan dalam memberdayakan
sumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kualitas yang sesuai dengan harapan
atau tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang efektif. Pendidikan yang
berkualitas adalah pendidikan yang dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas,
yaitu lulusan yang memilki prestasi akademik dan non-akademik yang mampu
menjadi pelopor pembaruan dan perubahan sehingga mampu menjawab berbagai
tantangan dan permasalahan yang dihadapinya, baik di masa sekarang atau di masa
yang akan datang (harapan bangsa).
2.1.4
Kualitas
Pendidikan di Indonesia
Berdasarkan data dalam Education For
All (EFA) Global Monitoring Report 2011: The
Hidden Crisis, Armed Conflict and Education yang dikeluarkan Organisasi
Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa
(UNESCO) yang diluncurkan di New York, Senin (1/3/2011), indeks pembangunan
pendidikan atau education development index (EDI) berdasarkan data tahun
2008 adalah 0,934. Nilai itu menempatkan Indonesia di posisi ke-69 dari 127
negara di dunia. EDI dikatakan tinggi jika mencapai 0,95-1. Kategori medium
berada di atas 0,80, sedangkan kategori rendah di bawah 0,80. Total
nilai EDI itu diperoleh dari rangkuman perolehan empat kategori penilaian,
yaitu:
-
Angka
partisipasi pendidikan dasar,
-
Angka
melek huruf pada usia 15 tahun ke atas,
-
Angka
partisipasi menurut kesetaraan jender,
-
Angka
bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar (SD).
Penurunan EDI Indonesia yang cukup
tinggi terjadi terutama pada kategori penilaian angka bertahan siswa hingga
kelas V SD. Kategori ini untuk menunjukkan kualitas pendidikan di jenjang pendidikan
dasar yang siklusnya dipatok sedikitnya lima tahun.
Di tingkat Asia, Saat ini Indonesia masih tertinggal dari Brunei Darussalam
yang berada di peringkat ke-34. Brunai Darussalam masuk kelompok pencapaian
tinggi bersama Jepang, yang mencapai posisi nomor satu Asia. Adapun Malaysia
berada di peringkat ke-65 atau masih dalam kategori kelompok pencapaian medium
seperti halnya Indonesia.Meskipun demikian posisi Indonesia saat ini masih jauh
lebih baik dari Filipina (85), Kamboja (102), India (107), dan Laos (109). Selanjutnya,
kondisi pendidikan di Indonesia juga dapat dijelaskan melalui tabel-tabel
berikut ini.
TABEL 1.1 Jumlah Pencari Kerja (Tenaga Kerja yang Belum Terserap) Menurut
Pendidikan
Pendidikan
|
Jumlah
|
Persentase
|
Tidak Sekolah
|
278.329
|
3,5
|
Tidak/Belum Tamat SD
|
573.097
|
7,2
|
Tamat
SD
|
1.893.565
|
23,7
|
Tamat SMP Umum
|
1.786.317
|
22,3
|
Tamat SMA Umum
|
1.881.578
|
23,5
|
Tamat SMA Kejurusan
|
1.051.912
|
13,1
|
Tamat Akademi/Diploma
|
289.134
|
3,1
|
Tamat Universitas
|
289.099
|
3,6
|
TABEL 1.2 Angka Partisipasi Murni
Umur
|
Jumlah
|
Angka Partisipasi Murni
|
Tidak Mendapat Pendidikan
|
7-12
|
25.857.117
|
24.434.976
|
1.422.141
(5,50%)
|
13-15
|
13.095.083
|
7.293.961
|
5.801.122
(44,30%)
|
16-18
|
13.466.700
|
4.352.795
|
9.113.941
(67,68%)
|
19-24
|
25.784.500
|
3.688.794
|
22.095.706
(85,69%)
|
jumlah
|
78.203.400
|
39.770.490
|
38.432.901
(49,12%)
|
Sumber : Indonesia
Educational Statistics in Brief 2000/2001;Balitbang Depdiknas (dikutip dari
buku Guru Profesional,2010:5)
2.2 Pendidikan di Kota
2.2.1
Kota
Dalam pengertian geografis, kota itu adalah suatu tempat yang penduduknya rapat,
rumah-rumahnya berkelompok kelompok, dan mata pencaharian penduduknya bukan
pertanian. Sementara menurut Bintarto (1987) kota dalam tinjauan geografi
adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non
alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, dengan corak
kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah
di belakangnya.
2.2.2
Pendidikan
di Kota
Fenomena pendidikan masyarakat perkotaan salah satunya
yaitu, masyarakat kelas atas menyekolahkan anaknya di sekolah – sekolah mewah
di saat masyarakat golongan ekonomi lemah harus bersusah payah bahkan untuk
sekedar menyekolahkan anak mereka di sekolah biasa. Maka, ketimpangan ini dapat
memicu kecemburuan yang berpotensi menjadi konflik sosial. Peningkatan kualitas
pendidikan yang sudah tercapai akan sia-sia jika gejolak sosial dalam
masyarakat akibat ketimpangan karena kemiskinan dan ketidakadilan tidak diredam
(Hanakristina,2010). Sekolah yang kualitasnya bagus karena memiliki pengajar
yang kompeten, fasilitas lengkap, dan siswa-siswanya cerdas akan semakin bagus.
Sedangkan sekolah yang kualitasnya sedang justru sebaliknya. Sekolah yang
kualitasnya sedang atau kurang bagus akan menjadi bertambah buruk. Sudah tenaga
pengajarnya kurang kompeten, fasilitasnya kurang, siswa-siswanya juga kurang
secara akademis menurut Prof. Eko Budihardjo (dalam www.mediaindonesia.com).
2.3 Pendidikan di Desa
2.3.1
Desa
Menurut
UU no 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah pasal I yang dimaksud dengan desa
adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mngatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di
daerah kabupaten. Kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian, termasuk pengelolaan SDA, dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan
kegiatan ekonomi.
Pembangunan desa ditinjau dari konteks
transformasi struktur ekonomi dan sosial, institusi-institusi,
hubungan-hubungan dan proses-proses di daerah pedesaan yang akan dicapai dalam
jangka panjang. Tujuan-tujuan pembangunan desa tidak bisa hanya semata-mata
terbatas pada pertumbuhan ekonomi saja. Lebih dari itu, harus ditinjau
berdasarkan keseimbangan pembangunan ekonomi dan sosial. Sampai saat ini
pembangunan pertanian merupakan salah satu komponen yang dominan di negara
kita. Karena lebih dari 60 persen populasi di daerah pedesaan menggantungkan
hidupnya pada kegiatan pertanian, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Namun demikian pembangunan desa haruslah dilihat dari perspektif yang lebih
jelas.
Karakteristik
umum masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam
hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada
situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada
kehidupan masyarakat desa di jawa. Namun dengan adanya perubahan sosial dan
kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah
tidak berlaku. Berikut ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang
terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.
1. Sederhana
2. Menjunjung
tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
3. Mempunyai
sifat kekeluargaan
4. Lugas atau
berbicara apa adanya
5. Tertutup
dalam hal keuangan mereka
6. Perasaan
tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
7. Menghargai
orang lain
8. Demokratis
dan religius
9.
Jika berjanji, akan selalu diingat
2.3.2
Pendidikan
di Desa
Ketidakmampuan
desa untuk berhadapan dengan pesatnya kemajuan kota salah satunya diakibatkan
oleh kelemahan sistem pendidikan yang ada di desa itu sendiri. Seringkali
pengembangan pendidikan yang diterapkan di sekolah-sekolah desa banyak yang
tidak disesuaikan terlebih dahulu dengan kebutuhan yang ada di dalam
masyarakat. Bahkan yang lebih memprihatinkan dalam penyusunan kurikulum
terkadang disamakan dengan pengembangan kurikulum di sekolah-sekolah kota. Hal
ini kemudian menyebabkan sekolah-sekolah di pedesaan menjadi tidak mungkin
mampu dalam menjawab tantangan serta peluang kerja yang ada di daerahnya
sendiri. Akhirnya muncul kecenderungan bila ada seorang anak desa yang
terdidik, maka ia akan enggan untuk bekerja di desanya dan selanjutnya lebih
memilih pergi untuk mencari pekerjaan yang lebih menjanjikan ke kota.
2.4 Jenjang Pendidikan anak Usia Dini
2.4.1
Kebijakan
dan Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Perubahan
paradigma dalam bidang pendidikan dan berbagai perkembangan dalam bidang ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks) membawa implikasi terhadap berbagai
aspek pendidikan, termasuk kepada kebijakan pendidikan. Jika pada awal-awal
kemerdekaan fokus perhatian pemerintah lebih tertuju pada jenjang pendidikan
dasar, menengah, dan tinggi, secara berangsur-angsur perhatian pemerintah
tertuju pada pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar, yaitu Pendidikan Anak
Usia Dini (PAUD). Perhatian tersebut merupakan wujud komitmen pemerintahan
Indonesia sebagai anggota PBB terhadap hasil pertemuan dunia Education For All yang diselenggarakan
di Dakar tahun 2000. Pertemuan tersebut menegaskan kembali komitmen terhadap
pendidikan dan perawatan anak usia dini yang menentukan perkembangannya. Sejak saat
itu hingga sekarang, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mulai menjadi isu sentral
di dunia pendidikan, salah satunya di Indonesia. Berbagai ketentuan tentang
pendidikan anak usia dini termuat dalam UU RI No. 20/2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, khususnya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan
seluruh jenjang pendidikan, mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), sampai
dengan jenjang pendidikan tingggi. Pada Pasal 28 ditetapkan bahwa Pendidikan
Anak Usia Dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, non formal
dan informal.
Dalam
undang-undang tentang sistem pendidikan nasional, dinyatakan bahwa pendidikan
anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak
lahir sampai dengan usia enam tahun yang diberikan melalui pemberian rangsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohaniah
anak agar memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20
Tahun 2003 Bab I Pasal I ayat 14).
2.4.2
Urgensi Pendidikan Anak Usia Dini
Anak
usia dini adalah anak yang baru dilahirkan sampai usia enam tahun. Usia ini
merupakan usia yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter dan
kepribadian anak. Usia dini merupakan usia ketika anak mengalami pertumbuhan
serta perkembangan pesat. Usia dini merupakan periode awal yang paling penting
dan mendasar dalam sepanjang rentang pertumbuhan dan perkembangan kehidupan
manusia. Masa ini ditandai oleh berbagai
periode penting yang fundamen dalam kehidupan anak selanjutnya sampai akhir
periode perkembangannya.
Menurut
Barnawi (2012:78) Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah
mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup
dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Secara khusus, tujuan
pendidikan anak usia dini antara lain
adalah sebagai berikut.
1. Agar
anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta mencintai sesamanya.
2. Agar
anak mampu mengelola keterampilan tubuhnya, termasuk gerakan motorik kasar dan
motorik halus, serta mampu menerima rangsangan sensorik.
3. Anak
mampu menggunakan bahasa untuk pemahaman bahasa psif dan dapat berkomunikasi
secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk berpikir dan belajar.
4. Anak
mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan masalah, dan
menemukan hubungan sebab-akibat.
5. Anak
mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial dan budaya serta mampu
mengembangkan konsep diri yang positif dan kontrol diri.
6. Anak
memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta menghargai karya
kreatif.
Dengan
demikian, urgensi pendidikan anak usia dini adalah untuk mengembangkan semua
aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa, fisik (motorik
halus dam kasar), sosial, dan emosional.
Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat kuat
antara perkembangan yang dialami anak pada usia dini dan keberhasilan mereka
dalam kehidupan selanjutnya.
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Jenis Penulisan
Tulisan dalam karya tulis ini bersifat kajian pustaka
atau library research. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif
yang disertai dengan analisis sehingga menunjukkan suatu kajian ilmiah yang
dapat dikembangkan dan diterapkan lebih lanjut.
3.2 Objek Penulisan
Objek tulisan ini adalah pertukaran
pesertadidik pada berbagai jenjang pendidikan yang dimulai dari jenjang pendidikan
anak usia dini dari desa ke kota dan dari kota ke desa sebagai salah satu
program yang dapat dijalankan dalam kerangka otonomi pendidikan. Dengan adanya
program ini diharapkan dapat membantu upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
3.3 Teknik Pengambilan Data
Informasi
yang dikumpulkan adalah informasi yang berkaitan dengan masalah pendidikan di
Indonesia, khususnya masalah kurang meratanya pendidikan di daerah perkotaan
dan pedesaan. Informasi ini diperoleh dari
berbagai literatur baik berupa majalah, jurnal ilmiah, internet maupun buku
yang relevan dengan objek yang akan dikaji.
3.4 Prosedur Penulisan
Setelah dilakukan pengumpulan data informasi, semua
data informasi dikaji dan diseleksi untuk mengambil data atau informasi yang
relevan dengan masalah yang dikaji. Untuk menyajikan masalah yang akan dibahas,
maka dalam tulisan ini akan penyayian dibagi atas tiga pokok bahasan, yaitu :
1. Kualitas
pendidikan di Indonesia.
2. Perbedaan
kualitas pendidikan di kota dan di desa.
3. Pertukaran
pelajar dari desa ke kota dan sebaliknya sebagai upaya meratakan kualitas
pendidikan.
BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
4.1 Analisis
Menurut Dr.
Ir. Ali Hanapiah Muhi, MP dalam artikelnya yang berjudul “Problema Pendidikan
di Perdesaan (2011)” menjelaskan bahwa Negara yang tidak dapat membangun
dan mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan kecerdasan rakyatnya dan tidak
mampu memanfaatkannya secara efektif dalam perekonomian nasional, maka akan
sangat sulit atau bahkan tidak akan bisa mengembangkan apa-apa.
Bangsa Indonesia sedang dihadapkan pada
persoalan-persoalan kebangsaan yang sangat krusial dan multidimensional. Hampir
semua bidang kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat mengalami krisis
berkepanjangan. Banyak kalangan yang berpendapat bahwa persoalan-persoalan yang
dihadapi bangsa Indonesia disebabkan oleh kualitas sumber daya manusia yang
masih rendah. Menilai kualitas sumber daya manusia suatu bangsa secara umum di
lihat dari mutu pendidikan bangsa tersebut. Negara yang tidak dapat membangun
dan mengembangkan keterampilan, pengetahuan dan kecerdasan rakyatnya dan tidak
mampu memanfaatkannya secara efektif dalam perekonomian nasional, maka akan
sangat sulit atau bahkan tidak akan bisa mengembangkan apa-apa.
Pemerintah
memang tak henti-hentinya memberikan kebijakan demi kemajuan pendidikan, namun
kebijakan demi kebijakan seakan hanya menjadi oase di tengah padang pasir yang
kesejukannya hanya sesaat saja. Dalam praktiknya, pendidikan tetap menjadi
masalah yang krusial bagi bangsa ini. Bagi
mereka yang tinggal di kota besar, mungkin pendidikan bukan
barang mewah. Mereka diwajibkan bersekolah minimal lulus SMA agar dapat bekerja.
Kalau orang tua masih mampu membiayai, bisa lanjut ke pendidikan tinggi. Namun,
tidak demikian dengan mereka yang tinggal di desa-desa di pelosok kabupaten.
Tak jarang, fungsi sekolah hanyalah sebatas untuk mengentaskan buta huruf dan
angka. Bisa membaca, menulis, berhitung, dan mengaji, maka selesailah sudah
kewajiban si anak untuk bersekolah. Sehingga, dapat dikatakan faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pendidikan di kota dan desa,
diantaranya sebagai berikut :
·
Perbedaan
kualitas Sumber daya manusia
·
Perbedaan
infrastruktur dan aksesibilitas
·
Proses
pembelajaran yang kurang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat.
·
Lemahnya
sistem pendidikan nasional
Pendidikan sudah masuk ke seluruh lini kehidupan masyarakat
dalam berbagai tingkatan, mulai dari pendidikan anak usia dini sampai ke
pendidikan tinggi. Hal ini terbukti karena di pelosok-pelosok nan jauh disana,
masyarakat sudah mengenal PAUD. Masyarakat mulai mengetahui ada lembaga
pendidikan lain selain TK bagi anak usia dini. Fenomena menjamurnya PAUD
merukan salah satu bentuk antusiasme masyarakat dalam merespon program
pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pendidikan bagi
anak usia dini, mengingat masih banyak anak-anak yang pada usia dini belum
memperoleh layanan pendidikan anak usia dini.
Mengingat urgen atau pendidikan sejak usia dini, maka untuk
menyelenggarakan pendidikan yang berkulitas perlu dilakukan mulai dari jenjang
pendidikan anak usia dini. Karena pada usia inilah anak mengalami pertumbuhan
dan perkembangan sebanyak 80% dan 20% lainnya akan mereka alami di usia
lanjutan. Jadi akan sangat disayangkan jika pada jenjang ini tidak dilakukan peningkatan
kualitas pendidikan.
Selanjutnya di dalam Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2005
Pasal I Ayat I dinyatakan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi anak pada jalur pendidikan formal, serta pada jenjang pendidikan
dasar dan pendidikan menengah, termasuk pendidikan anak usia dini. Dengan
demikian demi peningkatan kualitas pendidikan mulai dari pendidikan usia dini,
juga menuntut guru pendidikan anak usia dini untuk mampu menjadi fasilitator
dalam peningkatan kualitas pendidikan peserta didik anak usia dini.
4.2 Sintesis
Pemerintah sebagai pengemban amanat rakyat, dapat bergerak
cepat menemukan dan memperbaiki celah – celah yang dapat menyulut kesenjangan dalam
dunia pendidikan. Salah satunya dengan cara menjadikan pendidikan di Indonesia
semakin murah atau bahkan gratis tapi bukan pendidikan yang murahan tanpa
kualitas. Hal ini memang sudah dimulai di beberapa daerah di Indonesia yang
menyediakan sekolah unggulan berkualitas yang bebas biaya. Namun hal tersebut
baru berupa kebijakan regional di daerah tertentu. Alangkah baiknya jika
pemerintah pusat menerapkan kebijakan tersebut dalam skala nasional. Untuk
dapat mewujudkan hal tersebut pemerintah perlu melakukan pembenahan terutama
dalam bidang birokrasi.
Untuk mengatasi
permasalahan disparitas antara desa dan kota, pemerintah telah menstimulusnya dengan
mengeluarkan kebijakan desentralisasi pendidikan yang berada satu paket dengan
pelaksanaan otonomi daerah. UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi menjadi
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah menuntut dilaksanakannya
otonomi daerah dan wawasan demokrasi, termasuk dalam penyelenggaraan
pendidikan. Regulasi ini pun berpengaruh pada sistem pendidikan nasional dari
sistem sentralisasi ke bentuk desentralisasi. Desentralisasi penyelenggaraan
pendidikan ini juga terwujud dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
Akan tetapi pemerintah
tidak mungkin dapat bekerja sendiri dalam meningkatkan dan meratakan kualitas
mutu pendidikan di desa dan kota. Pendidikan desa tidak mungkin berkembang
optimal tanpa adanya partisipasi dari semua komponen masyarakat. Maka dari itu,
pemerintah harus dapat melakukan mobilisasi sumber daya manusia dengan
melakukan pertukaran peserta didik (Student
Exchange) dari desa ke kota dan dari kota ke desa yang dimulai dari peserta
didik PAUD.
Hal tersebut juga didukung oleh ide Menteri Pendidikan
Nasional (Mendiknas) Moh. Nuh yang mengingatkan, bahwa dalam dunia pendidikan
tak boleh ada sikap diskriminatif yang disebabkan adanya perbedaan kaya dengan
miskin akibat faktor wilayah kota dan desa sehingga seseorang kehilangan hak
untuk mendapatkan pendidikan. Perlu diimplentasikan dan dilaksanakan dengan segera,
agar hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan yang layak dapat
segera terwujud, dan dapat mendorong lembaga pendidikan untuk mempertimbangkan
kurikulum maupun metodologi yang tidak banyak mengeluarkan biaya (di dalam
Hanakristina,2010).
Anak-anak dapat berkembang lebih baik bila ada interaksi
dengan siswa dan guru yang berbeda-beda. Manfaatnya, siswa-siswa pintar baik
yang berasal dari kota maupun dari desa bisa berbagi, sedangkan siswa yang kurang pandai bisa
belajar untuk meningkatkan diri. Bila anak-anak sudah dikotak-kotakkan
berdasarkan kecerdasan atau taraf ekonomi melalui sistem pendidikan, generasi
muda Indonesia akan menganggap bahwa ketidak adilan merupakan hal biasa. Khususnya
pada jenjaang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pertukaran peserta didik dari
kota ke desa maupun sebaliknya akan memperkaya pengalaman belajar mereka.
Program pertukaran peserta didik pada anak usia dini ini dilakukan pada anak
usia TK yaitu 4-6 tahun, karena di usia ini anak sudah mampu beradaptasi dengan
lingkungan yang baru, anak bisa berinteraksi dan menyerap berbagai pengalaman-pengalaman
yang baru pada lingkungan yang baru pula tentunya dengan dampingan dan
bimbingan dari guru maupun orangtua. Program pertukaran peserta didik anak usia
dini ini pada jenjang pendidikan formal TK dapat dipraktikkan berdasarkan tema rekreasi
di minggu pertama pada semester kedua, sehingga program ini tidak lepas dari
hakikat dan model pembelajaran di jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) itu
sendiri. Kebijakan melalui program pertukaran peserta didik (Student Exchange) mulai dari pendidikan
anak usia dini ini yang diharapkan untuk meminimalisir jumlah anak-anak bangsa
yang tertinggal.
Untuk mengantisapasi berbagai kendala dalam pelaksanaan
program pertukaran peserta didil (Student
Exchange) ini, maka perlu diupayakan hal-hal sebelum penerapannya,
diantaranya sebagai berikut: Pertama, mendiagnosis kebutuhan pendidikan masyarakat
baik yang di kota maupun yang di desa, baik Dewan Sekolah ataupun Komite
Sekolah, dilibatkan sejak awal. Hal ini selain bertujuan untuk mendapatkan
dukungan, juga kebutuhan masyarakat dapat terdeteksi dan berbagi sehingga
saling melengkapi. Dalam menganalisis kebutuhan masing-masing masyarakat
pendidikan, diharapkan kemampuan dasar yang dibutuhkan siswa berkembang sesuai
dengan perkembangan intelektual, emosional dan kebutuhan masyarakat saat itu. Kedua,
dalam implementasinya guru mempunyai kewenangan penuh dalam mengubah strategi
pembelajaran dan materi disesuiaikan dengan kebutuhan siswa baik siswa asli
maupun siswa pertukaran pelajar tersebut. Dalam merumuskan tujuan, profil
kompetensi, unit kompetensi dan perubahan perilaku yang diharapkan dalam hal
ini sudah tergambarkan. Pendidikan yang diterapkan harus sesuai
dengan kebutuhan masyarakat atau kebutuhan dari daerah tempat dilangsungkan
pendidikan. Unsur muatan lokal yang dikembangkan harus sesuai dengan kebutuhan
daerah setempat. Muatan lokal yang dimaksud diarahkan kepada keterampilan yang
mengutamakan kearifan lokal, karena keterampilan dapat digunakan untuk menopang
kehidupan seseorang bahkan keterampilan lebih dominan dari pada penguasaan
pengetahuan dalam mendukung keberhasilan kehidupan seseorang.
Melalui program pertukaran peserta didik mulai dari tingkat pendidikan anak
usia dini, pendidikan dasar sampai pendidikan lanjutan dari desa ke kota dan
sebaliknya akan saling berbagi serta melengkapi dalam penerimaan kualitas
pendidikan. Para pelajar dari desa bisa mencicipi kemudahan akses dan fasilitas
pendidikan di kota yang bisa dikatakan serba ada, sebaliknya para pelajar dari
kota bisa merasakan suasana balajar di lingkungan pedesaan, bisa merasakan
adanya nilai-nilai keramah-tamahan pada masyarakat pendidikan di desa. Pada pendidikan anak usia dini,
program pertukaran peserta didik dari kota ke desa dan sebaliknya dapat
dilakukan melalui prosedur yang sederhana, seperti mengajak peserta didik yang
bersekolah di lingkungan perkotaan untuk mengikuti pembelajaran di desa, begitu
juga sebaliknya peserta didik yang terbiasa dengan lingkungan pedesaan akan
mengikuti pembelajaran di perkotaan. Kegiatan ini dapat berlangsung dengan
melakukan kolaborasi atau kerja sama antar sekolah PAUD yang berada di kota dan
sekolah yang berada di desa yang masih berada dalam satu wilayah regional,
seperti masih satu kabupaten/kota. Program ini dirancang sedemikian rupa agar
pembelajaran pada peserta didik benar-benar bermakna.
Tidak hanya itu, melalui pertukaran peserta didik PAUD dari
kota ke desa akan membantu peserta didik dalam memperkaya wawasan dan
perkembangan mereka dengan mencicipi pembelajaran yang sesuai dengan lingkungan
di pedesaan. Peserta didik belajar lebih dekat dengan alam, menggunakan sarana
dan prasarana ala pedesaan dengan alat-alat permainan edukatif yang sederhana
dan sebagian besar masih bersifat tradisional, mengenalkan peserta didik
tentang nilai-nilai budaya yang berasal dari desa tersebut secara real atau
nyata sehingga pembelajaran akan menjadi lebih bermakna disaat peserta didik
dapat berinteraksi langsung dengan lingkungan. Dengan demikian, jika peserta
didik dihadapkan pada situasi pendidikan di lingkungan pedesaan karena harus
pindah dari kota ke desa mereka tidak canggung lagi dalam berinteraksi dengan
lingkungan belajar di pedesaan. Sedangkan pertukaran peserta didik dari desa ke
kota, selain dapat menikmati akses pendidikan yang serba canggih dan modern di
kota, peserta didik yang harus pindah dari desa ke kota pun tidak akan canggung
dalam berinterakti dan bersosialisasi karena mereka sudah pernah berinteraksi
dengan lingkungan kota sebelumnya melalui program pertukaran peserta didik ini.
Melalui program ini juga akan meningkatkan kesadaran orangtua maupun masyarakat
akan urgennya pendidikan di usia dini yang akan mempengaruhi pendidikan yang
akan ditem[uh anak selanjutnya.
Di samping itu, melalui program pertukaran pelajar dari desa ke kota,
pendidikan akan memfasilitasi para pelajar untuk saling berbagi pengalaman dan
ilmu mereka. sehingga
luaran yang diharapkan berupa implementasi
dari program pertukaran peserta didik ini dapat membantu peningkatan dan
penyamarataan kualitas pendidikan di desa dan di kota. Terkhusus lagi, jika
program ini digalakkan mulai dari Pendidikan Anak Usia Dini yang sangat
mempengaruhi pendidikan selanjutnya maka peningkatan mutu pendidikan di kota
dan di desa akan dapat dilaksanakan.
BAB V
KESIMPULAN
5.1
Kesimpulan
Impelementasi pendidikan dalam rangka peningkatan sumber
daya manusia (SDM) terus dilakukan sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945,
Sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu serta relevansi dan efesiensi manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal,
nasional, dan global. Namun masih timbul berbagai ketimpangan pendidikan
di tengah-tengah masyarakat, termasuk yang sangat menonjol adalah ketimpangan kualitas
pendidikan antar desa dan kota.
Bagi mereka
yang tinggal di kota besar, pendidikan bukan barang mewah. Mereka
diwajibkan bersekolah minimal
lulus SMA agar dapat bekerja. Kalau orang tua masih mampu membiayai, bisa lanjut
ke pendidikan tinggi. Namun, tidak demikian dengan mereka yang tinggal di
desa-desa di pelosok kabupaten. Tak jarang, fungsi sekolah hanyalah sebatas
untuk mengentaskan buta huruf dan angka. Bisa membaca, menulis, berhitung, dan
mengaji, maka selesailah sudah kewajiban si anak untuk bersekolah. Sehingga,
dapat dikatakan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan
pendidikan di kota dan desa, diantaranya perbedaan
kualitas Sumber daya manusia, perbedaan
infrastruktur dan aksesibilitas,
proses
pembelajaran yang kurang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat, lemahnya
sistem pendidikan nasional.
Melalui program
pertukaran peserta didik (Student
Exchange) mulai dari jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dari desa ke kota
dan sebaliknya akan saling berbagi serta melengkapi dalam penerimaan kualitas
pendidikan. melalui
pertukaran peserta didik PAUD dari kota ke desa akan membantu peserta didik
dalam memperkaya wawasan dan perkembangan mereka dengan mencicipi pembelajaran
yang sesuai dengan lingkungan di pedesaan. Peserta didik belajar lebih dekat
dengan alam, menggunakan sarana dan prasarana ala pedesaan dengan alat-alat
permainan edukatif yang sederhana dan sebagian besar masih bersifat
tradisional, mengenalkan peserta didik tentang nilai-nilai budaya yang berasal
dari desa tersebut secara real atau nyata sehingga pembelajaran akan menjadi
lebih bermakna disaat peserta didik dapat berinteraksi langsung dengan
lingkungan. Dengan demikian, jika peserta didik dihadapkan pada situasi
pendidikan di lingkungan pedesaan karena harus pindah dari kota ke desa mereka
tidak canggung lagi dalam berinteraksi dengan lingkungan belajar di pedesaan.
Sedangkan pertukaran peserta didik dari desa ke kota, selain dapat menikmati
akses pendidikan yang serba canggih dan modern di kota, peserta didik yang
harus pindah dari desa ke kota pun tidak akan canggung dalam berinterakti dan
bersosialisasi karena mereka sudah pernah berinteraksi dengan lingkungan kota
sebelumnya melalui program pertukaran peserta didik ini. Melalui program ini
juga akan meningkatkan kesadaran orangtua maupun masyarakat akan urgennya
pendidikan di usia dini yang akan mempengaruhi pendidikan yang akan ditem[uh
anak selanjutnya.
Di samping itu, melalui program pertukaran pelajar dari desa ke kota,
pendidikan akan memfasilitasi para pelajar untuk saling berbagi pengalaman dan
ilmu mereka. sehingga
luaran yang diharapkan berupa implementasi dari program pertukaran peserta didik
ini dapat membantu peningkatan dan penyamarataan kualitas pendidikan di desa
dan di kota. Terkhusus lagi, jika program ini digalakkan mulai dari Pendidikan
Anak Usia Dini yang sangat mempengaruhi pendidikan selanjutnya maka peningkatan
mutu pendidikan di kota dan di desa akan dapat dilaksanakan.
5.2
Saran
Dalam penulisan karya
tulis ini penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari kata sempurna, untuk
itu penulis memohonkan saran dari segenap pembaca agar menjadi pedoman bagi
penulis untuk penulisan karya tulis lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Barnawi,
dan Novan Ardy Wiyani.2012.Format PAUD.Yogyakarta:Ar-Ruzz
Media
Barry,Dahlan.1994.
Kamus Modern Bahasa Indonesia.Yogyakarta: Arloka
Chafidz,Abdul.1998.SekolahUnggul Konsepsi dan Problematikanya.Jakarta:MPA
Hasbullah.2005.Dasar-dasar
Ilmu Pendidikan.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
------------.2006.Otonomi Pendidikan. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada
Kunandar.2010.Guru Profesional Implementasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru.Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada
Kurniati,
Euis dan Yeni Rachmawati.2010.Strategi
Pengembangan Kreativitas pada Anak Usia Taman Kanak-kanak.Jakarta:Kencana
Pramedia Group
Shihab,
Quraish.1999.Membumikan Al-Quran.Bandung:Mizan
Supriyanto.1997.Mutu Pendidikan
Sekolah Dasar di Daerah Diseminasi. Bandung:
IKIP
Suryadi, Ace
dan Tilaar, H.A.R.1993.Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung: PT.Remaja Rosdakarya
Tjiptono, Fandy.1995.Manajemen Jasa.Yogyakarta: Andi Offcet
Umaedi.1999.Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah.Direktur Pendidikan Menengah
dan Umum
Usman, Husaini.2006.manajemen teori, praktek dan riset pendidikan. Jakarta: Bumi aksara
Masitoh, dkk.2009. “Studi
Implementasi Kurikulum Berbasis Kecakapan Hidup pada Jenjang Sekolah Dasar,
Artikel Jurnal Penelitian Vol.10 No.2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar