Laman

Selasa, 11 Desember 2012

makalah konstitusi oleh utari nanda rismi




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada saat sekarang ini semakin banyak masyarakat Indonesia yang mengabaikan arti dari pancasila sebagai dasar negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi. Bahkan bukan hanya mengabaikan, namun banyak juga yang tidak mengetahui makna dari dasar negara dan konstitusi tersebut. Korupsi yang terjadi di semua lini kehidupan masyarakat menumbuhkan sikap dan pemikiran bahwa dalam pemberantasan korupsi di negara ini membutuhkan langkah yang berada di luar konstitusi. Hal ini terbukti dengan keadaan negara Indonesia yang telah terkooptasi oleh kekuatan koruptif sehingga melahirkan sikap-sikap negatif masyarakat terhadap konstitusi. Sekilas memang tidak ada korelasi penting antara korupsi dan konstitusi. Akan tetapi, Refleksi atas maraknya perlawanan terhadap korupsi, dapat dilihat dari perlawanan balik para koruptor melalui media judicial review. Melalui putusan MK, kita dapat melihat bagaimana korupsi menjadi barang haram dalam konstitusi. Korupsi telah menjadi kejahatan kemanusiaan, dengan menghapus hak-hak ekonomi dan sosial rakyat. Sedangkan konstitusi berperan dalam menata sistem pemberantasan korupsi. Artinya, korupsi adalah inkonstitusional, dan pemberantasan korupsi harus sejalan dengan konstitusi.
 
B.     Identifikasi Masalah
Dalam makalah ini akan memberikan suatu gambaran yang jelas tentang hakekat konstitusi dan hubungannya dengan dasar negara, bagaimana konstitusi dalam suatu negara yang dijalankan melalui perundang-undangan, bagaimana keberadaan konstitusi di Indonesia, bagaimana budaya korupsi telah melunturkan sikap-sikap positif terhadap konstitusi, serta upaya dalam menumbuhkan kesadaran berkonstitusi itu kembali.
C.     Batasan Masalah
Agar penulisan makalah ini menjadi terarah, maka penulis makalah ini hanya akan membahas : konstitusi, sikap positif terhadap konstitusi, budaya korupsi, dan upaya menumbuhkan kesadaran berkonstitusi.
D.    Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah agar penulis mengetahui bagaimana kedudukan konstitusi dalam suatu negara, bagaimana korelasi antara konstitusi dan korupsi, bagaimana menumbuhkan sikap-sikap positif terhadap konstitusi dalam pemberantasan korupsi. Sehingga dengan pemahaman tersebut  baik penulis maupun pembaca dapat menarik benang merah dari keadaan terburuk negeri ini terkait budaya korupsi serta kita dapat menumbuhkan kembali sikap positif dan kesadaran berkonstitusi negeri ini mulai dari diri kita sendiri dan lingkungan terdekat.
E.     Kegunaan Penulisan
Dengan penulisan makalah ini berguna menambah khasanah ilmu pengetahuan serta wawasan tentang dasar negara dan konstitusi. Sehingga masyarakat Indonesia mampu mempelajari, memahami dan melaksanakan segala kegiatan kenegaraan berlandasakan dasar negara dan konstitusi, namun tidak kehilangan jati dirinya, apalagi tercabut dari akar budaya bangsa dan keimanannya terkait upaya semua pihak dalam memberantas korupsi di negeri ini.






BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Pengertian dan Kedudukan Konstitusi
Salah satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa reformasi adalah reformasi konstitusional (constitutional reform). Reformasi konstitusi dipandang merupakan kebutuhan dan agenda yang harus dilakukan karena UUD 1945 sebelum perubahan dinilai tidak cukup untuk mengatur dan mengarahkan penyelenggaraan negara sesuai harapan rakyat, terbentuknya good governance, serta mendukung penegakan demokrasi dan hak asasi manusia.
Dalam arti sempit : konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber dari dasar Negara.norma hukum dibawah dasar Negara isinya tidak boleh bertentangan dengan norma dasar. Isi norma tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang terkandung dalam dasar Negara. Dasar Negara merupakan cita hukum dar Negara. Terdapat hubungan-hubungan yang sangat terkait antara keduanya yang perlu kita ketahui.
Konstitusi adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuan ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerja sama antara negara dan masyarakat dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara.
Selanjutnya, Prof. Bagir Manan mengatakan bahwa konstitusi ialah sekelompok ketentuan yang mengatur organisasi negara dan susunan pemerintahan suatu negara. Sehingga negara dan konstitusi adalah satu pasangan yang tidak dapat dipisahkan. Setiap negara tentu mempunyai konstitusi, meskipun mungkin tidak tertulis. Konstitusi mempunyai arti dan fungsi yang sangat penting bagi negara, baik secara formil, materiil, maupun konstitusionil. Konstitusi jugamempunyai fungsi konstitusional, sebagai sumber dan dasar cita bangsa dan negara yang berupanilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar bagi kehidupan bernegara.
Selain itu juga C.F. Strong mengemukakan bawa konstitusi itu merupakan kumpulan asas-asas yang tiga materi pokok, yaitu tentang kekuasaan pemerintahan, hak-hak yang diperintah, dan hubungan antara yang memerintah dengan yang diperintah. Dengan melihat teori-teori dasar tentang konstitusi di atas, maka kita akan melihat bagaimana halnya dengan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi tertulis bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mencegah agar  kekuasan tidak disalahgunakan, dilakukan pula pembatasan kekuasaan, baik dari segi isi maupun waktu dijalankannya kekuasaan. Definisi tersebut menjelaskan suatu bentuk konstitusi, yaitu aturan-aturan dan ketentuan hukum untuk mengatur pemerintahan suatu negara. Konstitusi yang digunakan di Indonesia adalah UUD 1945. Terdapat juga definisi terkait mengenai kostitusi tersebut menurut para ahli, yaitu sebagai berikut:
Menurut L.J.  Van Apeldoorn,  UUD merupakan bagian tertulis dari suatu konstitusi, sementara konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun peraturan tidak tertulis. Kemudian definisi terkait juga dikemukakan oleh seorang ahli, yaitu A.A Struycken sebegai berikut: Menurut A.A Struycken, ia tidak membedakan antara konstitusi dengan UUD. Menurutnya, konstitusi adalah UU yang memuat garis-garis besar dan asas-asas tentang organisasi negara.

B.     Sifat-Sifat Konstitusi
Konstitusi juga memiliki sifat dalam pelaksanaanya pada setiap negara. Sifat konstitusi adalah membatasi kekuasaan pemerintah sehingga penyelenggara kekuasaan tidak bertindak sewenang-wenang. Demikian hak-hak warga negara akan dilindungi. Sifat-sifat konstitusi tersebut antara lain sebagai berikut:
1.    Membatasi kekuasaan si penguasa dan menjamin hak warga negara.
2.     Merupakan pencerminan keadaan masyarakat dan negara yang bersangkutan.
3.    Memberi petunjuk dan arah kemana negara akan dibawa.
4.    Dasar dan sumber hukum bagi peraturan perundangan dibawahnya.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa konstitusi adalah aturan-aturan hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang memuat garis-garis besar dan asas-asas kenegaraan. Di Indonesia aturan-aturan tersebut terwujud dalam UUD 1945.

C.    Hubungan Konstitusi dengan Dasar Negara
Hubungan antara Dasar Negara dan Konstitusi Negara Indonesia secara umum tampak pada gagasan dasar, cita-cita, dan tujuan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila sebgai dasar negara Indonesia berkaitan erat dengan konstitusi atau Undang-Undang Dasar Negara. Hal tersebut ditegaskan dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV bahwa “...dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Secara terperinci dapat dijabarkan hubungan antara Dasar Negara dan Konstitusi, yaitu sebagai berikut:
·         Berhubungan sangat erat, konstitusi lahir merupakan usaha untuk melaksanakan dasar negara.
·         Dasar negara memuat norma-norma ideal, yang penjabarannya dirumuskan dalam pasal-pasal oleh UUD (Konstitusi).
·         Merupakan satu kesatuan utuh, dimana dalam Pembukaan UUD 45 tercantum dasar negara Pancasila, melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar negara.

Jadi, seperti yang telah dituangkan dalam pembukaan UUD dan penjabarannya Dasar Negara dan Konstitusi Negara Indonesia memiliki hubungan yang sangat erat, keduanya memiliki fungsi yang berbeda namun pada dasarnya dilandasi tujuan yang sama dalam memperadabkan bangsa Indonesia dan menjadi suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan serta saling melengkapi satu sama lainnya, sehingga keduanya harus berjalan bersama-sama dan selaras sesuai dengan cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia sebagaimana tertuang pada Pembukaaan UUD 1945. Hukum dasar pada UUD hanyalah sebagian saja melainkan ada juga yang hukum yang tidak tertulis sebagaimana dijelaskan pada penjelasan UUD 1945, dinyatakan bahwa: “Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedangkan hukum dasar yang tidak tertulis. Hukum dasar tidak tertulis ialah aturan-aturan tidak tertulis yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.”

Dari beberapa penjelasan di atas dapat diketahui kedudukan utama dari Undang-Undang Dasar adalah sebagai hukum dasar dan bukanlah satu-satunya hukum dasar melainkan hanya sebagian hukum dasar, yakni hukum dasar yang tertulis. Di samping itu masih terdapat hukum dasar yang tidak tertulis. Sebagai hukum dasar, maka UUD 1945 merupakan sumber hukum.

Sebagi Konstitusi tentulah UUD 1945 memiliki fungsi, bila dijabarkan fungsi UUD 1945 adalah sebagai berikut:
·         Sebagai sumber hukum dalam tertib hukum, merupakan perundang-undangan yang tertinggi.
·         Sebagai alat kontrol bagi hukum yang berada di bawahnya.
·         Sebagai pedoman yang memberi arah bangsa.
·         Sebagai kerangka dasar dalam pembagian dan penyelenggaraan pemerintah negara.

Fungsi tersebut adalah suatu acuan dalam melakukan segala kehidupan berbangsa dan keseimbangan dalam berprilaku bila diterapkan dengan baik.
Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media masa baik lokal maupun nasional. Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang korupsi ini, meskipun pada dasarnya ada yang pro ada pula yang kontra. Walau bagaimanapun korupsi tetap saja merugikan negara dan dapat merusak sendi-sendi kebersamaan bangsa.
  1. Indonesia yang Terkooptasi Kekuatan Koruptif
Korupsi merupakan produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat.
Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat daristruktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber-sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri. Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan mengatas namakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat.
Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara, tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada masyarakat yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi. Tetapi dengan semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat dorongan individu terutama di kalangan pegawai negeri untuk melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan. Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relatif lambat, sehingga setiap orang atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalan-imbalan dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Hal inilah yangsedang menggerogoti bangsa Indonesia. Praktek ini akan berlangsung terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat, sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk OKB-OKB (orang kaya baru) yang memperkaya diri sendiri (ambisi material). Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau korupsi harus diberantas baik dengan cara yang sifatnya preventif maupun yang represif.








BAB III
METODE PENULISAN
A.    Korupsi di Indonesia
Salah satu dalil dalam ilmu politik mengatakan “manusia adalah mahkluk yang cinta kekuasaan”. Dalam tradisi klasik dikisahkan, demi kekuasaan manusia rela saling cakar dengan sesamanya. Bahkan untuk melanggengkan kekuasaan yang dipegangnya, seorang pemimpin tega manindas rakyatnya. Sebagai salah satu konstitusi modern, Undang-Undang Dasar 1945 bukan hanya memuat struktur lembaga-lembaga negara, tetapi juga mengatur tugas dan wewenang lembaga-lembaga tadi. Untuk mencegah kekuasaan tidak disalahgunakan, dilakukan pula pembatasan kekuasaan, baik dari segi isi maupun lama waktu dijalankannya.
Ditengah maraknya gerakan antikorupsi, kini digulirkan amandemen kelima UUD 1945. Baru tiga tahun berjalan, amandemen keempat dinilai sudah tidak layak. Berbagai jalan untuk amandemen, bahkan untuk kembali pada konstitusi lama pun mulai tampak. Jalan pertama, hasil amandemen konstitusi pernah diragukan keabsahannya. Bukan karena proses dan output, tetapi karena tidak terdaftar dalam lembaran negara. Satu poin penting untuk menilai kinerja pencatat peraturan perundang-undangan di Indonesia, Sekretariat Negara. Namun, permasalahan terjawab. Administratif yang buruk tidak mampu mengoyak perjuangan bangsa untuk melakukan reformasi atas seluruh sistem tata negara melalui kontrak yang bernama konstitusi.
B.   Korupsi dan Konstitusi
Korupsi adalah extraordinary crime. Bagaimana jika korupsi dengan berkedok amandemen konstitusi? Benang merah telah tampak. Banyak jalan untuk amandemen konstitusi, jalan itu pula yang dilalui untuk korupsi.
Pertama, korupsi politik. Semangat antikorupsi dan pemberantasan korupsi tak lepas dari proses reformasi bangsa. Demikian halnya dengan amandemen konstitusi yang menjadi bagian dari proses reformasi. Dalam konteks ini, upaya mengubah konstitusi produk reformasi harus dicermati. Tidak sebatas puas atau tidak puas. Lemah atau kuat kewenangan yang dimiliki. Luas atau sempit interpretasi yang diberikan. Tetapi, bagaimana agar proses amandemen menjadi semangat kolektif untuk melakukan perubahan besar atas keterpurukan sistem di Indonesia. Jika hal ini terabaikan, maka telah terjadi korupsi politik. Mempolitisir semangat reformasi yang melatarbelakangi pemberantasan korupsi, adalah konspirasi dalam memperpanjang hidup para koruptor.
Kedua, “power tends to corrupt”. Pemegang kekuasaan ingin menjadi pihak yang dilegitimasi secara konstitusional. Dalam amandemen pertama hingga keempat, kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif telah diubah sedemikian rupa, baik dari aspek prinsip maupun sistem. Hasilnya, untuk menyelesaikan konflik kelembagaan, telah dibentuk MK. Saat UU tidak optimal mengatur dan terbentur aturan lain, terdapat mekanisme judicial review.
Saat kekuasaan kehakiman marak akan mafia peradilan, dibentuklah komisi yudisial. Saat eksekutif dirasa memiliki kekuatan dominan, legislatif turut berperan dalam kontrol dan pengawasan. Dalam hal ini, proses amandemen berpotensi untuk melakukan perluasan kewenangan, pembentukan kekuasaan baru, hingga penghapusan kekuasaan lama. Akibatnya, akan terbentuk birokrasi baru, disamping birokrasi lama yang belum tentu menjadi lebih baik. Artinya, peluang terjadinya korupsi menjadi lebih besar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Masalah tersebut merupakan fakta dan gambaran umum keadaan bangsa yang telah terkooptasi oleh kekuatan koruptif serta korelasi antara korupsi dan konstitusi. Begitu banyak alasan beserta jalan untuk melakukan korupsi. Bahkan korupsi yang berkedok amandemen konstitusi, maka tak heran ketika ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad dalam kuliah umum bertema "Membentuk Karakter Mahasiswa Anti Korupsi" yang diberikan Abraham kepada mahasiswa tingkat akhir Institut Teknologi Bandung (ITB) yang mengambil mata kuliah umum dan pendidikan anti korupsi, beliau menyatakan pemberantasan korupsi secara masif membutuhkan langkah-langkah progresif di luar konstitusi serta hukum yang berlaku.
BAB IV
PEMBAHASAN
A.    Sikap Positif terhadap Konsitusi Negara dalam Pemberantasan Korupsi
Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin
mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.
Terkait korelasi antara korupsi dan konstitusi serta pemecahannya yaitu amandemen yang tergesa-gesa, tanpa visi dan misi yang jelas, tidak berdasarkan atas kebutuhan kolektif, dan lahan memupuk kekuasaan semata, akan menjadi bentuk amandemen dari korupsi dan alat untuk memberantas nilai konstitusionalisme. Artinya, amandemen hanya salah satu pilihan dari sekian pilihan dalam menata sistem ketatanegaraan Indonesia. Beberapa pertimbangan sebelum memutuskan untuk melakukan amandemen,
Pertama, apakah setiap lembaga negara telah melakukan identifikasi diri. Artinya, sudahkah masing-masing melakukan optimalisasi atas fungsi dan kewenangan yang telah diberikan konstitusi. Setelah itu, setiap lembaga negara harus melakukan proses evaluasi. Jika hasil evaluasi menunjukan, bahwa kelemahan lembaga ada dalam konstitusi, maka perubahan dapat dilakukan. Namun, jika kelemahan lembaga ada pada kinerja internal dan pola relasi lembaga itu sendiri, maka amandemen konstitusi bukanlah prioritas solusi.
Kedua, sudahkah menemukan akar permasalahan. Benarkah amandemen konstitusi akan menjawab seluruh permasalahan ketatanegaraan di Indonesia? Kita harus memiliki peta permasalahan dalam sistem tatanegara dan sistem pengelolaan negara. Dari sini akan ditemukan akar permasalahan di setiap sistem. Jika akar masalah ada dalam konstitusi, maka kita dapat melakukan amandemen dengan prioritas untuk menjawab permasalahan yang ada. Namun, jika permasalahan dapat dilesaikan dengan instrumen negara yang ada, maka pilihan itulah yang harus diambil. Sebagai contoh, untuk menyelesaikan konflik kelembagaan, konstitusi telah memberi kewenangan pada MK untuk memeriksa dan memutus perkara berdasarkan konstitusi. Jika sistem eksekutif belum memadai, maka dapat diimbangi dengan optimalisasi sistem kontrol dan pengawasan di legislatif. Selama tidak bertentangan dengan konstitusi dan dikehendaki oleh setiap pihak terkait, maka tanpa amandemen sekalipun permasalahan akan dapat diselesaikan.
Ketiga, apakah masing-masing elemen negara masih mengenakan almamater dalam menyikapi permasalahan. Jika sebatas pada keinginan dan kepentingan sepihak sebuah lembaga negara, maka cenderung memperluas ruang konflik dalam proses amandemen. Akibatnya, output akan sangat bermuatan politis. Muatan ideal dan filosofis atas sebuah konstitusi pun akan terabaikan.
Akhirnya, tidak ada satu produk hukum pun yang sempurna. Konstitusi harus mengalir sesuai arus kehidupan sosial-politik berbangsa dan bernegara. Artinya, ada saatnya sebuah konstitusi memang harus diamandemen. Namun, kita harus berani mengambil prioritas pilihan. Prioritas utama saat ini adalah, identifikasi diri, temukan akar permasalahan, kemudian selesaikan dalam konteks kepentingan dan kebutuhan negara.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat ditarik sebuah simpulan bahwa upaya penanggulangan korupsi dapat dilakukan melaui beberapa cara antara lain :
A.    Preventif.
1.       Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.
2.       mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
3.      Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
4.      Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
5.      Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.
6.      Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.

B.     Represif.
1.      Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.
2.      Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.

Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Sebagai warga Negara, yang seharusnya dilakukan terhadap bentuk praktik pemberantasan korupsi yaitu tentu saja kita harus “taat asas” dan “taat hukum”. Dengan begitu akan muncul kesadaran berkonstitusi di dalam kehidupan bermasyarakat.
 Fungsi pokok Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang dan agar tidak terjadi lagi praktik-praktik korupsi. Karena itu, dikembangkannya pengertian constituent power berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Terhadap usaha pemberantasan korupsi, agar Konstitusi Negara dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan dasar-dasar pemahaman taat asas dan taat hukum, maka sangat diperlukan sikap positif dari setiap warga Negara sebagai berikut :
A.    Bersikap Terbuka
Sikap terbuka atau transparan merupakan sikap apa adanya berdasarkan apa yang dilihat, didengar, dirasakan, dan dilakukan. Sikap terbuka sangat penting dilakukan sebagai upaya menghilangkan rasa curiga dan salah paham sehingga dapat dipupuk rasa saling percaya dan kerja sama guna menumbuhkan sikap toleransi dan kerukunan hidup. Dengan sikap terbuka terhadap konstitusi Negara, kita belajar untuk memahami keberadaan sebagai warga Negara yang akan melaksanakan ketentuan-ketentuan penyelenggara negara dengan seoptimal mungkin sehingga dapat terhindar dari segala macam praktik korupsi.
B.     Mampu mengatasi masalah
Setiap warga Negara harus memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi. sikap ini penting untuk di kembangkan karena akan membentuk kebiasaan menghadapimasalah, sehingga kalau sebelumnya hanya menjadi penonton, pengkritik atau menyalahkan oranglain, sekarang menjadi orang yang mampu member solusi ( jalan keluar ). kemampuan untuk mengatasi masalah konstitusi negara akan memberikan iklim dan suasana yang semakin baik dalammenata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

C.     Menyadari adanya perbedaan
Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang masyarakat sangat beragam sehingga tertanam istilah bhineka tunggala ika ( berbeda – beda namun tetap satu ). perbedaan harus diterima sebagai suatu kenyataan atau realitas masyarakat di sekitar kita baik agama, suku bangsa, adat istiadat, dan budayanya.
D.    Memiliki harapan Realistis
Negara Indonesia dengan wilayah yang luas dan jumlah penduduk terbesar keempat didunia memiliki permasalahan yang lebih kompleks dalam nernagai kehidupan. Dalam penyelenggara kehidupan Negara, sangat penting bagi warga Negara untuk mampu memahami situasi dan kondisi Negara dalam kebijakan yang diambil.
E.     Penghargaan terhadap karya bangsa sendiri
Bangsa Indonesia harus bangga terhadap hasil karya bangsa sendiri. Salah satu karya bangsa untuk kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia adalah “ kemerdekaan dan kedaulatan bangsa” dalam penyelenggaraan Negara.
F.      Mau menerima dan memberi umpan balik
Kesadaran untuk tunduk dan patuh terhadap konstitusi Negara sangat diperlukan dalam rangka menghormati produk-produk konstitusi yang dihasilkan oleh para penyelenggara Negara.

B.     Budaya Sadar Berkonstitusi
Kita tentunya menghendaki agar UUD 1945 merupakan konstitusi yang benar-benar dilaksanakan dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara demi tercapainya cita-cita bersama. Konstitusi mengikat segenap lembaga negara dan seluruh warga negara. Oleh karena itu, yang menjadi pelaksana konstitusi adalah semua lembaga negara dan segenap warga negara sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing sebagaimana diatur dalam UUD 1945. Karenanya, suatu proses atau usaha memberantas korupsi pun erat kaitannya dengan memudarnya budaya konstitusi. Dalam perspektif hukum, kata “pelaksanaan” (implementation) terdiri dari dua konsep fungsional, yaitu; pertama, identifying constitutional norms and specifying their meaning; dan kedua, crafting doctrine or developing standards of review.  Agar setiap lembaga dan segenap warga negara dapat melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan UUD 1945, diperlukan adanya budaya sadar berkonstitusi. Untuk menumbuhkan budaya sadar berkonstitusi diperlukan pemahaman terhadap nilai-nilai dan norma-norma dasar yang menjadi materi muatan konstitusi. Pemahaman tersebut menjadi dasar bagi masyarakat untuk dapat selalu menjadikan konstitusi sebagai rujukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Jika masyarakat telah memahami norma-norma dasar dalam konstitusi dan menerapkannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka pasti mengetahui dan dapat mempertahankan hak-hak konstitusionalnya yang dijamin dalam UUD 1945 sehingga praktik korupsipun dapat diminimalisir. Selain itu, masyarakat dapat berpartisipasi secara penuh terhadap pelaksanaan UUD 1945 baik melalui pelaksanaan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan, serta dapat pula melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara dan jalannya pemerintahan. Kondisi tersebut dengan sendirinya akan mencegah terjadinya penyimpangan ataupun penyalahgunaan konstitusi.
Salah satu bentuk nyata pentingnya budaya sadar berkonstitusi bagi pelaksanaan konstitusi adalah terkait dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar. Pengujian tersebut dilakukan untuk menentukan apakah suatu ketentuan dalam suatu undang-undang, bertentangan atau tidak dengan UUD 1945. Namun Mahkamah Konstitusi dalam hal ini tidak dapat bertindak secara aktif. Mahkamah Konstitusi hanya dapat menjalankan wewenang tersebut jika ada permohonan pengujian suatu undang-undang yang diajukan oleh masyarakat. Dalam pengajuan permohonan inilah diperlukan adanya budaya sadar berkonstitusi berupa kesadaran akan hak konstitusionalnya sebagai warga negara baik sebagai perorangan maupun kelompok bahwa hak-hak konstitusional telah dilanggar oleh suatu ketentuan undang-undang.
Di sisi lain, juga diperlukan adanya kesadaran untuk mendapatkan perlindungan atas hak konstitusional yang dilanggar dengan cara mengajukan permohonan pengujian konstitusional atas ketentuan undang-undang yang merugikannya. Jika tidak ada budaya sadar berkonstitusi, masyarakat tidak akan mengetahui apakah haknya terlanggar atau tidak dan tidak melakukan upaya konstitusional untuk mendapatkan perlindungan. Akibatnya, UUD 1945 akan banyak dilanggar oleh ketentuan undang-undang sehingga pada akhirnya konstitusi hanya akan menjadi dokumen di atas kertas tanpa dilaksanakan dalam praktik.
Oleh karena itulah harus ada upaya secara terus-menerus untuk membangun budaya sadar berkonstitusi. Budaya sadar berkonstitusi tercipta tidak hanya sekedar mengetahui norma dasar dalam konstitusi. Lebih dari itu, juga dibutuhkan pengalaman nyata untuk melihat dan menerapkan konstitusi dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, menumbuhkan budaya sadar berkonstitusi adalah suatu proses panjang dan berkelanjutan.










BAB V
PENUTUP
  1. KESIMPULAN
Konstitusi adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuan ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerja sama antara negara dan masyarakat dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu, dikembangkannya pengertian constituent power berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Korupsi merupakan produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat. Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Dalam pemberantasan korupsi diperlukan sikap-sikap positif terhadap konstitusi.
Sikap-sikap positif yang dapat dilakukan terhadap konstitusi yaitu :
a.       Bersikap Terbuka
b.      Mampu mengatasi masalah
c.       Memiliki harapan Realistis
d.      Memiliki harapan Realistis
e.       Penghargaan terhadap karya bangsa sendiri
f.       Mau menerima dan memberi umpan balik

  1. SARAN
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penulis memohonkan saran dan kritikan dari pembaca agar menjadi acuan serta motifasi untuk penulisan yang lebih baik lagi di masa selanjutnya.











DAFTAR PUSTAKA
Amin, Zainul Ittihad.2009.Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka
Yatmi, sri suryatmi dkk.2008.Kewarganegaraan SMK Kelas X.Lembar Kerja Siswa Sakti.Jakarta: CV BINA PUSTAKA
Affandi, Idrus dan Karim Suryadi. Hak Asasi Manusia (HAM). Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2009. cet. Ke-14
Amik, Fajjin dan Humaidi Ratiman. Hakikat Kewarganegaraan untuk kelas X. Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2006.
Abubakar, Suradi dkk. Kewarganegaraan Menuju Masyarakat Madani Kelas 1 SMA. Jakarta: Yudhistira, 2004. cet. Ke-1
http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia diakses pada hari Jumat, 5 Oktober 2012 pukul 10.02 WIB
http://prince-mienu.blogspot.com/2010/01 diakses pada hari Senin, 8 Oktober 2012, pukul 10.13 WIB




Tidak ada komentar:

Posting Komentar