BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada saat sekarang ini semakin
banyak masyarakat Indonesia yang mengabaikan arti dari pancasila sebagai dasar
negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi. Bahkan bukan hanya mengabaikan, namun
banyak juga yang tidak mengetahui makna dari dasar negara dan konstitusi
tersebut. Korupsi yang terjadi di semua lini kehidupan masyarakat menumbuhkan
sikap dan pemikiran bahwa dalam pemberantasan korupsi di negara ini membutuhkan
langkah yang berada di luar konstitusi. Hal ini terbukti dengan keadaan negara
Indonesia yang telah terkooptasi oleh kekuatan koruptif sehingga melahirkan
sikap-sikap negatif masyarakat terhadap konstitusi. Sekilas memang tidak ada
korelasi penting antara korupsi dan konstitusi. Akan tetapi, Refleksi atas maraknya perlawanan terhadap korupsi,
dapat dilihat dari perlawanan balik para koruptor melalui media judicial
review. Melalui putusan MK, kita dapat melihat bagaimana korupsi menjadi barang
haram dalam konstitusi. Korupsi telah menjadi kejahatan kemanusiaan, dengan
menghapus hak-hak ekonomi dan sosial rakyat. Sedangkan konstitusi berperan
dalam menata sistem pemberantasan korupsi. Artinya, korupsi adalah
inkonstitusional, dan pemberantasan korupsi harus sejalan dengan konstitusi.
B.
Identifikasi
Masalah
Dalam makalah ini akan
memberikan suatu gambaran yang jelas tentang hakekat konstitusi dan hubungannya
dengan dasar negara, bagaimana konstitusi dalam suatu negara yang dijalankan
melalui perundang-undangan, bagaimana keberadaan konstitusi di Indonesia,
bagaimana budaya korupsi telah melunturkan sikap-sikap positif terhadap
konstitusi, serta upaya dalam menumbuhkan kesadaran berkonstitusi itu kembali.
C.
Batasan Masalah
Agar penulisan makalah
ini menjadi terarah, maka penulis makalah ini hanya akan membahas : konstitusi,
sikap positif terhadap konstitusi, budaya korupsi, dan upaya menumbuhkan kesadaran
berkonstitusi.
D.
Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi
tujuan penulisan makalah ini adalah agar penulis mengetahui bagaimana kedudukan
konstitusi dalam suatu negara, bagaimana korelasi antara konstitusi dan
korupsi, bagaimana menumbuhkan sikap-sikap positif terhadap konstitusi dalam
pemberantasan korupsi. Sehingga dengan pemahaman tersebut baik penulis maupun pembaca dapat menarik
benang merah dari keadaan terburuk negeri ini terkait budaya korupsi serta kita
dapat menumbuhkan kembali sikap positif dan kesadaran berkonstitusi negeri ini
mulai dari diri kita sendiri dan lingkungan terdekat.
E.
Kegunaan
Penulisan
Dengan penulisan makalah ini berguna menambah khasanah
ilmu pengetahuan serta wawasan tentang dasar negara dan konstitusi. Sehingga masyarakat
Indonesia mampu mempelajari, memahami dan melaksanakan segala kegiatan
kenegaraan berlandasakan dasar negara dan konstitusi, namun tidak kehilangan
jati dirinya, apalagi tercabut dari akar budaya bangsa dan keimanannya terkait
upaya semua pihak dalam memberantas korupsi di negeri ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A.
Pengertian dan Kedudukan Konstitusi
Salah
satu keberhasilan yang dicapai oleh bangsa Indonesia pada masa reformasi adalah
reformasi konstitusional (constitutional reform). Reformasi konstitusi
dipandang merupakan kebutuhan dan agenda yang harus dilakukan karena UUD 1945
sebelum perubahan dinilai tidak cukup untuk mengatur dan mengarahkan
penyelenggaraan negara sesuai harapan rakyat, terbentuknya good governance,
serta mendukung penegakan demokrasi dan hak asasi manusia.
Dalam arti
sempit : konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa
dokumen yang memuat aturan-aturan yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi
bersumber dari dasar Negara.norma hukum dibawah dasar Negara isinya tidak boleh
bertentangan dengan norma dasar. Isi norma tersebut bertujuan mencapai
cita-cita yang terkandung dalam dasar Negara. Dasar Negara merupakan cita hukum
dar Negara. Terdapat hubungan-hubungan yang sangat terkait antara keduanya yang
perlu kita ketahui.
Konstitusi
adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan ketentuan ketentuan hukum yang dibentuk
untuk mengatur fungsi dan struktur lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan
kerja sama antara negara dan masyarakat dalam konteks kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Selanjutnya,
Prof. Bagir Manan mengatakan bahwa konstitusi ialah
sekelompok ketentuan yang mengatur organisasi negara dan susunan pemerintahan
suatu negara. Sehingga negara dan konstitusi adalah satu pasangan yang tidak
dapat dipisahkan. Setiap negara tentu mempunyai konstitusi, meskipun mungkin
tidak tertulis. Konstitusi mempunyai arti dan fungsi yang sangat penting
bagi negara, baik secara formil, materiil, maupun konstitusionil. Konstitusi
jugamempunyai fungsi konstitusional, sebagai sumber dan dasar cita bangsa dan
negara yang berupanilai-nilai dan kaidah-kaidah dasar bagi kehidupan bernegara.
Selain itu juga C.F. Strong mengemukakan bawa konstitusi itu merupakan
kumpulan asas-asas yang tiga materi pokok, yaitu tentang kekuasaan
pemerintahan, hak-hak yang diperintah, dan hubungan antara yang memerintah
dengan yang diperintah. Dengan melihat teori-teori dasar tentang konstitusi di
atas, maka kita akan melihat bagaimana halnya dengan Undang-Undang Dasar
1945 sebagai konstitusi tertulis bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mencegah agar kekuasan tidak disalahgunakan,
dilakukan pula pembatasan kekuasaan, baik dari segi isi maupun waktu
dijalankannya kekuasaan. Definisi tersebut menjelaskan suatu bentuk
konstitusi, yaitu aturan-aturan dan ketentuan hukum untuk mengatur pemerintahan
suatu negara. Konstitusi yang digunakan di Indonesia adalah UUD 1945. Terdapat
juga definisi terkait mengenai kostitusi tersebut menurut para ahli, yaitu
sebagai berikut:
Menurut
L.J. Van Apeldoorn, UUD merupakan bagian tertulis dari suatu
konstitusi, sementara konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun
peraturan tidak tertulis. Kemudian definisi terkait juga dikemukakan oleh
seorang ahli, yaitu A.A Struycken sebegai berikut: Menurut A.A Struycken, ia
tidak membedakan antara konstitusi dengan UUD. Menurutnya, konstitusi adalah UU
yang memuat garis-garis besar dan asas-asas tentang organisasi negara.
B. Sifat-Sifat Konstitusi
Konstitusi juga memiliki sifat dalam
pelaksanaanya pada setiap negara. Sifat konstitusi adalah membatasi kekuasaan
pemerintah sehingga penyelenggara kekuasaan tidak bertindak sewenang-wenang.
Demikian hak-hak warga negara akan dilindungi. Sifat-sifat konstitusi tersebut
antara lain sebagai berikut:
1.
Membatasi kekuasaan si penguasa dan menjamin hak warga
negara.
2.
Merupakan
pencerminan keadaan masyarakat dan negara yang bersangkutan.
3.
Memberi petunjuk dan arah kemana negara akan dibawa.
4.
Dasar dan sumber hukum bagi peraturan perundangan
dibawahnya.
Dari beberapa pengertian tersebut,
dapat disimpulkan bahwa konstitusi adalah aturan-aturan hukum baik yang
tertulis maupun tidak tertulis yang memuat garis-garis besar dan asas-asas
kenegaraan. Di Indonesia aturan-aturan tersebut terwujud dalam UUD 1945.
C. Hubungan Konstitusi dengan Dasar Negara
Hubungan antara Dasar Negara dan
Konstitusi Negara Indonesia secara umum tampak pada gagasan dasar, cita-cita,
dan tujuan yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila sebgai dasar negara
Indonesia berkaitan erat dengan konstitusi atau Undang-Undang Dasar Negara. Hal
tersebut ditegaskan dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV bahwa “...dengan
berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan bagi seluruh
rakyat Indonesia.
Secara terperinci dapat dijabarkan
hubungan antara Dasar Negara dan Konstitusi, yaitu sebagai berikut:
·
Berhubungan sangat erat, konstitusi lahir merupakan
usaha untuk melaksanakan dasar negara.
·
Dasar negara memuat norma-norma ideal, yang
penjabarannya dirumuskan dalam pasal-pasal oleh UUD (Konstitusi).
·
Merupakan satu kesatuan utuh, dimana dalam Pembukaan
UUD 45 tercantum dasar negara Pancasila, melaksanakan konstitusi pada dasarnya
juga melaksanakan dasar negara.
Jadi,
seperti yang telah dituangkan dalam pembukaan UUD dan penjabarannya Dasar
Negara dan Konstitusi Negara Indonesia memiliki hubungan yang sangat erat,
keduanya memiliki fungsi yang berbeda namun pada dasarnya dilandasi tujuan yang
sama dalam memperadabkan bangsa Indonesia dan menjadi suatu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan serta saling melengkapi satu sama lainnya, sehingga keduanya
harus berjalan bersama-sama dan selaras sesuai dengan cita-cita dan tujuan
bangsa Indonesia sebagaimana tertuang pada Pembukaaan UUD 1945. Hukum dasar
pada UUD hanyalah sebagian saja melainkan ada juga yang hukum yang tidak
tertulis sebagaimana dijelaskan pada penjelasan UUD 1945, dinyatakan bahwa: “Undang-Undang
Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu.
Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis, sedangkan hukum dasar yang
tidak tertulis. Hukum dasar tidak tertulis ialah aturan-aturan tidak tertulis
yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara.”
Dari
beberapa penjelasan di atas dapat diketahui kedudukan utama dari Undang-Undang
Dasar adalah sebagai hukum dasar dan bukanlah satu-satunya hukum dasar melainkan
hanya sebagian hukum dasar, yakni hukum dasar yang tertulis. Di samping itu
masih terdapat hukum dasar yang tidak tertulis. Sebagai hukum dasar, maka UUD
1945 merupakan sumber hukum.
Sebagi
Konstitusi tentulah UUD 1945 memiliki fungsi, bila dijabarkan fungsi UUD 1945
adalah sebagai berikut:
·
Sebagai sumber hukum dalam tertib hukum, merupakan
perundang-undangan yang tertinggi.
·
Sebagai alat kontrol bagi hukum yang berada di
bawahnya.
·
Sebagai pedoman yang memberi arah bangsa.
·
Sebagai kerangka dasar dalam pembagian dan
penyelenggaraan pemerintah negara.
Fungsi
tersebut adalah suatu acuan dalam melakukan segala kehidupan berbangsa dan
keseimbangan dalam berprilaku bila diterapkan dengan baik.
Akhir-akhir ini masalah korupsi sedang
hangat-hangatnya dibicarakan publik, terutama dalam media masa baik lokal
maupun nasional. Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang korupsi
ini, meskipun pada dasarnya ada yang pro ada pula yang kontra. Walau
bagaimanapun korupsi tetap saja merugikan negara dan dapat merusak sendi-sendi
kebersamaan bangsa.
- Indonesia yang Terkooptasi Kekuatan Koruptif
Korupsi
merupakan produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan
sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup
yang
berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit
yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata
masyarakat.
Banyak para ahli
yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat daristruktrur bahasa dan cara
penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya
mempunyai
makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagi tingkah
laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan
pribadi,
merugikan
kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah
pakai dan
salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap
sumber-sumber
kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatankekuatan
formal
(misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk
memperkaya
diri sendiri. Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan
yang
dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepentingan pribadi dengan
mengatas namakan
pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman.
Wertheim (dalam
Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan
melakukan
tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan
mempengaruhinya
agar ia mengambil keputusan yang menguntungkan kepentingan
si pemberi
hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk
balas jasa
juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa
dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk
diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau
orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap
sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol
di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan
antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan
pribadi dengan masyarakat.
Korupsi sudah
berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma
sampai abad
pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara,
tak
terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri
yang sudah
begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada
masyarakat
yang primitif dimana ikatan-ikatan sosial masih sangat kuat dan kontrol
sosial yang
efektif, korupsi relatif jarang terjadi. Tetapi dengan semakin
berkembangnya
sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha
pembangunan
dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka
semakin
kuat dorongan individu terutama di kalangan pegawai negeri untuk
melakukan
praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan. Korupsi dimulai dengan
semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan, sedangkan
proses birokrasi relatif lambat, sehingga setiap orang
atau badan
menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalan-imbalan
dengan cara
memberikan uang pelicin (uang sogok). Hal inilah yangsedang menggerogoti bangsa
Indonesia. Praktek ini akan berlangsung terus menerus sepanjang tidak adanya
kontrol dari pemerintah dan masyarakat, sehingga timbul golongan pegawai yang
termasuk OKB-OKB (orang kaya baru) yang memperkaya diri sendiri (ambisi
material). Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau korupsi
harus
diberantas baik dengan cara yang sifatnya preventif maupun yang
represif.
BAB III
METODE PENULISAN
A.
Korupsi di Indonesia
Salah satu dalil dalam ilmu politik
mengatakan “manusia adalah mahkluk yang cinta kekuasaan”. Dalam tradisi klasik
dikisahkan, demi kekuasaan manusia rela saling cakar dengan sesamanya. Bahkan
untuk melanggengkan kekuasaan yang dipegangnya, seorang pemimpin tega manindas
rakyatnya. Sebagai salah satu konstitusi modern, Undang-Undang Dasar 1945 bukan
hanya memuat struktur lembaga-lembaga negara, tetapi juga mengatur tugas dan
wewenang lembaga-lembaga tadi. Untuk mencegah kekuasaan tidak disalahgunakan,
dilakukan pula pembatasan kekuasaan, baik dari segi isi maupun lama waktu
dijalankannya.
Ditengah
maraknya gerakan antikorupsi, kini digulirkan amandemen kelima UUD 1945. Baru
tiga tahun berjalan, amandemen keempat dinilai sudah tidak layak. Berbagai
jalan untuk amandemen, bahkan untuk kembali pada konstitusi lama pun mulai
tampak. Jalan pertama, hasil amandemen konstitusi pernah diragukan
keabsahannya. Bukan karena proses dan output, tetapi karena tidak terdaftar
dalam lembaran negara. Satu poin penting untuk menilai kinerja pencatat
peraturan perundang-undangan di Indonesia, Sekretariat Negara. Namun,
permasalahan terjawab. Administratif yang buruk tidak mampu mengoyak perjuangan
bangsa untuk melakukan reformasi atas seluruh sistem tata negara melalui
kontrak yang bernama konstitusi.
B.
Korupsi dan Konstitusi
Korupsi adalah
extraordinary crime. Bagaimana jika korupsi dengan berkedok amandemen
konstitusi? Benang merah telah tampak. Banyak jalan untuk amandemen konstitusi,
jalan itu pula yang dilalui untuk korupsi.
Pertama, korupsi
politik. Semangat antikorupsi dan pemberantasan korupsi tak lepas dari proses
reformasi bangsa. Demikian halnya dengan amandemen konstitusi yang menjadi
bagian dari proses reformasi. Dalam konteks ini, upaya mengubah konstitusi
produk reformasi harus dicermati. Tidak sebatas puas atau tidak puas. Lemah
atau kuat kewenangan yang dimiliki. Luas atau sempit interpretasi yang
diberikan. Tetapi, bagaimana agar proses amandemen menjadi semangat kolektif
untuk melakukan perubahan besar atas keterpurukan sistem di Indonesia. Jika hal
ini terabaikan, maka telah terjadi korupsi politik. Mempolitisir semangat
reformasi yang melatarbelakangi pemberantasan korupsi, adalah konspirasi dalam
memperpanjang hidup para koruptor.
Kedua, “power
tends to corrupt”. Pemegang kekuasaan ingin menjadi pihak yang dilegitimasi
secara konstitusional. Dalam amandemen pertama hingga keempat, kekuasaan
eksekutif, legislatif dan yudikatif telah diubah sedemikian rupa, baik dari
aspek prinsip maupun sistem. Hasilnya, untuk menyelesaikan konflik kelembagaan,
telah dibentuk MK. Saat UU tidak optimal mengatur dan terbentur aturan lain,
terdapat mekanisme judicial review.
Saat kekuasaan
kehakiman marak akan mafia peradilan, dibentuklah komisi yudisial. Saat
eksekutif dirasa memiliki kekuatan dominan, legislatif turut berperan dalam
kontrol dan pengawasan. Dalam hal ini, proses amandemen berpotensi untuk
melakukan perluasan kewenangan, pembentukan kekuasaan baru, hingga penghapusan
kekuasaan lama. Akibatnya, akan terbentuk birokrasi baru, disamping birokrasi
lama yang belum tentu menjadi lebih baik. Artinya, peluang terjadinya korupsi
menjadi lebih besar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Masalah tersebut
merupakan fakta dan gambaran umum keadaan bangsa yang telah terkooptasi oleh
kekuatan koruptif serta korelasi antara korupsi dan konstitusi. Begitu banyak
alasan beserta jalan untuk melakukan korupsi. Bahkan korupsi yang berkedok amandemen
konstitusi, maka tak heran ketika ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham
Samad dalam kuliah umum bertema "Membentuk Karakter
Mahasiswa Anti Korupsi" yang diberikan Abraham kepada mahasiswa tingkat
akhir Institut Teknologi Bandung (ITB) yang mengambil mata kuliah umum dan
pendidikan anti korupsi, beliau
menyatakan
pemberantasan korupsi secara masif membutuhkan langkah-langkah progresif di
luar konstitusi serta hukum yang berlaku.
BAB
IV
PEMBAHASAN
A.
Sikap Positif terhadap Konsitusi Negara dalam
Pemberantasan Korupsi
Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin
mencapai tujuannya, karena
kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan
akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang
mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu,
korupsi perlu ditanggulangi secara tuntas dan bertanggung jawab.
Terkait
korelasi antara korupsi dan konstitusi serta pemecahannya yaitu amandemen yang
tergesa-gesa, tanpa visi dan misi yang jelas, tidak berdasarkan atas kebutuhan
kolektif, dan lahan memupuk kekuasaan semata, akan menjadi bentuk amandemen
dari korupsi dan alat untuk memberantas nilai konstitusionalisme. Artinya,
amandemen hanya salah satu pilihan dari sekian pilihan dalam menata sistem
ketatanegaraan Indonesia.
Beberapa pertimbangan sebelum memutuskan untuk melakukan amandemen,
Pertama,
apakah setiap lembaga negara telah melakukan identifikasi diri. Artinya,
sudahkah masing-masing melakukan optimalisasi atas fungsi dan kewenangan yang
telah diberikan konstitusi. Setelah itu, setiap lembaga negara harus melakukan
proses evaluasi. Jika hasil evaluasi menunjukan, bahwa kelemahan lembaga ada
dalam konstitusi, maka perubahan dapat dilakukan. Namun, jika kelemahan lembaga
ada pada kinerja internal dan pola relasi lembaga itu sendiri, maka amandemen
konstitusi bukanlah prioritas solusi.
Kedua,
sudahkah menemukan akar permasalahan. Benarkah amandemen konstitusi akan
menjawab seluruh permasalahan ketatanegaraan di Indonesia? Kita harus memiliki
peta permasalahan dalam sistem tatanegara dan sistem pengelolaan negara. Dari
sini akan ditemukan akar permasalahan di setiap sistem. Jika akar masalah ada
dalam konstitusi, maka kita dapat melakukan amandemen dengan prioritas untuk menjawab
permasalahan yang ada. Namun, jika permasalahan dapat dilesaikan dengan
instrumen negara yang ada, maka pilihan itulah yang harus diambil. Sebagai contoh, untuk
menyelesaikan konflik kelembagaan, konstitusi telah memberi kewenangan pada MK
untuk memeriksa dan memutus perkara berdasarkan konstitusi. Jika sistem
eksekutif belum memadai, maka dapat diimbangi dengan optimalisasi sistem
kontrol dan pengawasan di legislatif. Selama tidak bertentangan dengan
konstitusi dan dikehendaki oleh setiap pihak terkait, maka tanpa amandemen
sekalipun permasalahan akan dapat diselesaikan.
Ketiga,
apakah masing-masing elemen negara masih mengenakan almamater dalam menyikapi
permasalahan. Jika sebatas pada keinginan dan kepentingan sepihak sebuah
lembaga negara, maka cenderung memperluas ruang konflik dalam proses amandemen.
Akibatnya, output akan sangat bermuatan politis. Muatan ideal dan filosofis
atas sebuah konstitusi pun akan terabaikan.
Akhirnya,
tidak ada satu produk hukum pun yang sempurna. Konstitusi harus mengalir sesuai
arus kehidupan sosial-politik berbangsa dan bernegara. Artinya, ada saatnya
sebuah konstitusi memang harus diamandemen. Namun, kita harus berani mengambil
prioritas pilihan. Prioritas utama saat ini adalah, identifikasi diri, temukan
akar permasalahan, kemudian selesaikan dalam konteks kepentingan dan kebutuhan
negara.
Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka dapat ditarik sebuah simpulan bahwa
upaya penanggulangan korupsi dapat dilakukan melaui beberapa cara antara lain :
A.
Preventif.
1.
Membangun dan menyebarkan etos
pejabat dan pegawai baik di instansi
pemerintah
maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.
2.
mengusahakan perbaikan penghasilan
(gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri
sesuai
dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.
3.
Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
4.
Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan.
5.
Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.
6.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan
selalu berusaha berbuat yang
terbaik.
B.
Represif.
1.
Perlu penayangan wajah koruptor di televisi.
2.
Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat.
Korupsi adalah
persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi
memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional
maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan
struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk
korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Sebagai warga Negara,
yang seharusnya dilakukan terhadap bentuk praktik pemberantasan korupsi yaitu tentu
saja kita harus “taat asas” dan “taat hukum”. Dengan begitu akan muncul
kesadaran berkonstitusi di dalam kehidupan bermasyarakat.
Fungsi pokok Konstitusi atau Undang-Undang
Dasar adalah untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian
rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang dan agar
tidak terjadi lagi praktik-praktik korupsi. Karena
itu, dikembangkannya pengertian constituent power berkaitan pula dengan
pengertian hirarki hukum (hierarchy of law). Konstitusi merupakan hukum yang
lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta paling fundamental sifatnya,
karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber legitimasi atau landasan
otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan perundang-undangan
lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar
peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang Dasar dapat
berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan
dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Terhadap usaha pemberantasan korupsi, agar
Konstitusi Negara dapat dilaksanakan dengan baik sesuai dengan dasar-dasar
pemahaman taat asas dan taat hukum, maka sangat diperlukan sikap positif dari
setiap warga Negara sebagai berikut :
A.
Bersikap Terbuka
Sikap terbuka atau
transparan merupakan sikap apa adanya berdasarkan apa yang dilihat, didengar,
dirasakan, dan dilakukan. Sikap terbuka sangat penting dilakukan sebagai upaya
menghilangkan rasa curiga dan salah paham sehingga dapat dipupuk rasa saling
percaya dan kerja sama guna menumbuhkan sikap toleransi dan kerukunan hidup.
Dengan sikap terbuka terhadap konstitusi Negara, kita belajar untuk memahami
keberadaan sebagai warga Negara yang akan melaksanakan ketentuan-ketentuan penyelenggara
negara dengan seoptimal mungkin sehingga dapat terhindar dari segala macam
praktik korupsi.
B.
Mampu mengatasi masalah
Setiap warga Negara
harus memiliki kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi.
sikap ini penting untuk di kembangkan karena akan membentuk kebiasaan
menghadapimasalah, sehingga kalau sebelumnya hanya menjadi penonton, pengkritik
atau menyalahkan oranglain, sekarang menjadi orang yang mampu member solusi (
jalan keluar ). kemampuan untuk mengatasi masalah konstitusi negara akan
memberikan iklim dan suasana yang semakin baik dalammenata kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
C.
Menyadari adanya perbedaan
Bangsa Indonesia
merupakan salah satu bangsa yang masyarakat sangat beragam sehingga tertanam
istilah bhineka tunggala ika ( berbeda – beda namun tetap satu ). perbedaan
harus diterima sebagai suatu kenyataan atau realitas masyarakat di sekitar kita
baik agama, suku bangsa, adat istiadat, dan budayanya.
D.
Memiliki harapan Realistis
Negara Indonesia dengan
wilayah yang luas dan jumlah penduduk terbesar keempat didunia memiliki
permasalahan yang lebih kompleks dalam nernagai kehidupan. Dalam penyelenggara
kehidupan Negara, sangat penting bagi warga Negara untuk mampu memahami situasi
dan kondisi Negara dalam kebijakan yang diambil.
E.
Penghargaan terhadap karya bangsa
sendiri
Bangsa Indonesia harus
bangga terhadap hasil karya bangsa sendiri. Salah satu karya bangsa untuk
kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia adalah “ kemerdekaan dan kedaulatan
bangsa” dalam penyelenggaraan Negara.
F.
Mau menerima dan memberi umpan balik
Kesadaran untuk tunduk
dan patuh terhadap konstitusi Negara sangat diperlukan dalam rangka menghormati
produk-produk konstitusi yang dihasilkan oleh para penyelenggara Negara.
B.
Budaya Sadar Berkonstitusi
Kita tentunya menghendaki agar UUD 1945
merupakan konstitusi yang benar-benar dilaksanakan dalam praktik kehidupan
berbangsa dan bernegara demi tercapainya cita-cita bersama. Konstitusi mengikat
segenap lembaga negara dan seluruh warga negara. Oleh karena itu, yang menjadi
pelaksana konstitusi adalah semua lembaga negara dan segenap warga negara
sesuai dengan hak dan kewajiban masing-masing sebagaimana diatur dalam UUD
1945. Karenanya, suatu proses atau usaha memberantas korupsi pun erat kaitannya
dengan memudarnya budaya konstitusi. Dalam perspektif hukum, kata “pelaksanaan”
(implementation) terdiri dari dua konsep fungsional, yaitu; pertama,
identifying constitutional norms and specifying their meaning; dan kedua,
crafting doctrine or developing standards of review. Agar setiap lembaga dan segenap warga negara
dapat melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan UUD 1945,
diperlukan adanya budaya sadar berkonstitusi. Untuk menumbuhkan budaya sadar
berkonstitusi diperlukan pemahaman terhadap nilai-nilai dan norma-norma dasar
yang menjadi materi muatan konstitusi. Pemahaman tersebut menjadi dasar bagi
masyarakat untuk dapat selalu menjadikan konstitusi sebagai rujukan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Jika masyarakat telah memahami
norma-norma dasar dalam konstitusi dan menerapkannya dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, maka pasti mengetahui dan dapat mempertahankan hak-hak
konstitusionalnya yang dijamin dalam UUD 1945 sehingga praktik korupsipun dapat
diminimalisir. Selain itu, masyarakat dapat berpartisipasi secara penuh
terhadap pelaksanaan UUD 1945 baik melalui pelaksanaan hak dan kewajibannya
sebagai warga negara, berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dan
pemerintahan, serta dapat pula melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara
dan jalannya pemerintahan. Kondisi tersebut dengan sendirinya akan mencegah
terjadinya penyimpangan ataupun penyalahgunaan konstitusi.
Salah satu bentuk nyata pentingnya
budaya sadar berkonstitusi bagi pelaksanaan konstitusi adalah terkait dengan
kewenangan Mahkamah Konstitusi menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar. Pengujian tersebut dilakukan untuk menentukan apakah suatu ketentuan
dalam suatu undang-undang, bertentangan atau tidak dengan UUD 1945. Namun
Mahkamah Konstitusi dalam hal ini tidak dapat bertindak secara aktif. Mahkamah
Konstitusi hanya dapat menjalankan wewenang tersebut jika ada permohonan
pengujian suatu undang-undang yang diajukan oleh masyarakat. Dalam pengajuan
permohonan inilah diperlukan adanya budaya sadar berkonstitusi berupa kesadaran
akan hak konstitusionalnya sebagai warga negara baik sebagai perorangan maupun
kelompok bahwa hak-hak konstitusional telah dilanggar oleh suatu ketentuan
undang-undang.
Di sisi lain, juga diperlukan adanya
kesadaran untuk mendapatkan perlindungan atas hak konstitusional yang dilanggar
dengan cara mengajukan permohonan pengujian konstitusional atas ketentuan
undang-undang yang merugikannya. Jika tidak ada budaya sadar berkonstitusi,
masyarakat tidak akan mengetahui apakah haknya terlanggar atau tidak dan tidak
melakukan upaya konstitusional untuk mendapatkan perlindungan. Akibatnya, UUD
1945 akan banyak dilanggar oleh ketentuan undang-undang sehingga pada akhirnya
konstitusi hanya akan menjadi dokumen di atas kertas tanpa dilaksanakan dalam
praktik.
Oleh karena itulah harus ada upaya
secara terus-menerus untuk membangun budaya sadar berkonstitusi. Budaya sadar
berkonstitusi tercipta tidak hanya sekedar mengetahui norma dasar dalam
konstitusi. Lebih dari itu, juga dibutuhkan pengalaman nyata untuk melihat dan
menerapkan konstitusi dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Oleh karena itu, menumbuhkan budaya sadar berkonstitusi adalah suatu
proses panjang dan berkelanjutan.
BAB V
PENUTUP
- KESIMPULAN
Konstitusi adalah sejumlah aturan-aturan dasar dan
ketentuan ketentuan hukum yang dibentuk untuk mengatur fungsi dan struktur
lembaga pemerintahan termasuk dasar hubungan kerja sama antara negara dan
masyarakat dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Karena itu, dikembangkannya pengertian constituent
power berkaitan pula dengan pengertian hirarki hukum (hierarchy of law).
Konstitusi merupakan hukum yang lebih tinggi atau bahkan paling tinggi serta
paling fundamental sifatnya, karena konstitusi itu sendiri merupakan sumber
legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan-peraturan
perundang-undangan lainnya. Sesuai dengan prinsip hukum yang berlaku universal,
maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah Undang-Undang
Dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh
bertentangan dengan hukum yang lebih tinggi tersebut.
Korupsi merupakan produk dari sikap
hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai
standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan
para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan
sangat
dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status
sosial yang tinggi dimata masyarakat. Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan korupsi
dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban korupsi
organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada
sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi kesempatan
dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi. Dalam
pemberantasan korupsi diperlukan sikap-sikap positif terhadap konstitusi.
Sikap-sikap positif yang dapat dilakukan terhadap konstitusi yaitu :
a.
Bersikap Terbuka
b.
Mampu mengatasi masalah
c.
Memiliki harapan Realistis
d.
Memiliki harapan Realistis
e.
Penghargaan terhadap karya bangsa
sendiri
f.
Mau menerima dan memberi umpan balik
- SARAN
Dalam
penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekurangan. Untuk itu penulis memohonkan saran dan kritikan dari pembaca agar
menjadi acuan serta motifasi untuk penulisan yang lebih baik lagi di masa
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Zainul Ittihad.2009.Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta:
Penerbit Universitas Terbuka
Yatmi, sri suryatmi dkk.2008.Kewarganegaraan SMK Kelas X.Lembar Kerja
Siswa Sakti.Jakarta: CV BINA PUSTAKA
Affandi,
Idrus dan Karim Suryadi. Hak Asasi
Manusia (HAM). Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, 2009. cet. Ke-14
Amik, Fajjin
dan Humaidi Ratiman. Hakikat Kewarganegaraan untuk kelas X. Jakarta:
PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2006.
Abubakar,
Suradi dkk. Kewarganegaraan Menuju
Masyarakat Madani Kelas 1 SMA. Jakarta: Yudhistira, 2004. cet. Ke-1
http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia
diakses pada hari Jumat, 5 Oktober 2012 pukul 10.02 WIB
http://prince-mienu.blogspot.com/2010/01
diakses pada hari Senin, 8 Oktober 2012, pukul 10.13 WIB
http://www.scribd.com/doc/42807545/Hakikat-Dari-Suatu-Konstitusi-Ialah
Mengatur-Pembatasan-Kekuasaan-Dalam-Negara diakses
pada hari Jumat, 5 Oktober 2012 pukul 09.15 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar